Budidaya Ayam Kampung, Solusi Bangkit Dari Krisis Akibat Pandemi
SUARA riuh ayam-ayam tiap saat menemani. Suaranya kadang menjadi penenang di kala penat dan banyak beban pikiran.
Begitulah yang dirasakan salah satu peternak ayam kampung super di Kota Palopo, Andi Arrow.
Pria yang berprofesi sebagai ASN di Pemkot Palopo ini memilih usaha sampingan, di tengah krisis akibat pandemi covid-19.
Ia memilih mulai budidaya ayam kampung super setelah serangan virus corona masuk di Indonesia, medio Maret 2020 lalu.
Sebab, Ia paham betul, wabah corona virus desease 2019 (covid-19) membawa dampak cukup besar, utamanya di sektor ekonomi.
Kini, Andi Arrow telah mendirikan CV Raja Unggas Palopo. Perusahaan tersebut bergerak di bidang peternakan ayam kampung super.
Andi Arrow, menceritakan, budidaya ayam kampung super ini mulai dilirik, karena melihat potensi besar dari bisnis ini.
Ia melihat, DOC atau bibit ayam yang diproduksi di UPTD Perbibitan Ayam Kampung milik Dinas Pertanian Palopo, di Mancani, lebih banyak dipesan orang luar kota, atau daerah tetangga.
Padahal, satelit ayam satu-satunya di Indonesia timur itu dibuat untuk kesejahteraan masyarakat Palopo.
Melihat peluang itu, ia memulai memelihara ayam kampung super jenis ayam KUB (Kampung Unggul Balitbang) yang diproduksi di UPTD Perbibitan Mancani.
Namun tak mudah untuk mendapatkan dalam jumlah banyak. Harus antri dengan peternak luar kota, yang telah menjadi langganan selama ini.
“Karena harus antri dan stok terbatas, saya awalnya pesan bertahap. 50 ekor. Sampai cukup 200 ekor dalam waktu satu bulan. Yang hidup sampai besar hanya 180 ekor. Harganya Rp5 ribu per ekor DOC,” jelas Andi Arrow.
Ia mengaku, dari hasil beternak ayam kampung kali pertama itu, dirinya berhasil mendapatkan omset hingga Rp14 juta dalam 3 bulan, dengan jumlah yang diternak 180 ekor.
“Karena saat itu masuk bulan Ramadan, ayam saya laku rata-rata Rp50 ribu/ekor. Lumayan ada tambahan penghasilan. Sehingga saat orang krisis karena corona, saya aman-aman saja, karena ada hasil beternak,” ujarnya.
Kini, Andi Arrow banyak menularkan ‘virus’ beternak ini ke masyarakat. Ia sering diundang memberikan testimoni di masyarakat.
Peternak lainnya, Hidayat Ibrahim, mengaku cukup besar peluang usaha dari beternak ayam kampung super. Sebab pasarnya jelas, kebutuhan daging ayam kampung cukup besar.
“Kalau kita mau fokus, usaha ini cukup menjanjikan,” ujar Hidayat, yang memilih hijrah 100 persen dari profesi wartawan ke peternak.
Beternak Dikembangkan Yayasan SKF
Melihat peluang usaha budidaya ayam kampung itu, Perantau Papua asal Kabupaten Luwu, Saifuddin Kasim, melalui yayasan yang didirikannya, Saifuddin Kasim Foundation (SKF) melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat, dengan cara menggulirkan dana untuk budidaya ayam kampung pedaging di Kabupaten Luwu.
SKF memberikan dana bergulir untuk budidaya ayam kampung pedaging, mulai dari pembuatan kandang, bibit, pakan, hingga pendampingan peternak.
Untuk tahap pertama, telah dibuat 5 kandang di Luwu. Kandang tersebut diresmikan Jumat 27 November 2020, lalu, yang dipusatkan di Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, Sulsel.
Pendiri SKF, Saifuddin Kasim mengatakan, program ini murni pengabdiannya untuk kampung halaman. Sebab di tanah rantau, dirinya telah banyak berbuat untuk masyarakat.
“Ini juga untuk membantu membangkitkan ekonomi masyarakat yang dilanda krisis akibat pandemik,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Pengelola Kegiatan Budidaya Ayam Kampung Pedaging SKF, Ahmar Arif, menjelaskan, untuk tahap pertama ini, sudah terbangun 5 kandang. Desember ditargetkan terbangun lima kandang lagi.
5 kandang itu tersebar di 5 kecamatan, yakni kandang tuntas 01 di Suli Barat, kandang tuntas 02 di Larompong, kandang tuntas 03 di Suli, kandang tuntas 04 di Ponrang, dan kandang tuntas 05 di Bua.
“Ini murni niat baik dan kepedulian Saifuddin Kasim, dalam peningkatan ekonomi masyarakat, di tengah krisis ekonomi saat ini,” jelasnya.
Untuk satu kelompok peternak, terdiri dari 20 orang. Sementara luas kandang yang dibangun seluas 3×5 meter, yang terbuat dari baja ringan.
“Dalam satu kelompok, kita bantu dalam bentuk barang. Tidak ada dalam bentuk uang. Nilainya Rp22 juta/kelompok,” jelasnya.
Ia menjelaskan, tiap kelompok, dibantu pembuatan kandang, 400 bibit ayam joper, dan pakan sampai masa panen, selama 75 hari. Kemudian diberikan bimbingan.
“Untuk suplai pakan, kita sudah gandeng pabrik pakan di Makassar, PT Malindo Feedmill Tbk, dan pendampingan pembinaan teknis kita gandeng peternak Palopo, CV Raja Unggas,” bebernya. (*)
Tinggalkan Balasan