Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Bjorka Asli Tertawa, Polisi Salah Tangkap, 341 Data Anggota Justru Dibongkar

Data pribadi anggota Polri oleh hacker Bjorka. (ist)

JAKARTA, TEKAPE.co – Peretas legendaris Bjorka kembali menggemparkan jagat maya. Setelah polisi menangkap seorang pemuda asal Minahasa, Sulawesi Utara, berinisial WFT (22).

WFT dituding sebagai sosok di balik pembobolan jutaan data nasabah bank, Bjorka yang asli justru muncul dan membantah keras.

Sebagai bentuk “kejutan”, Bjorka merilis 341 ribu data pribadi anggota Polri pada 4 Oktober 2025.

BACA JUGA: Jejak Bjorka Terkuak, WFT Asal Minahasa Dibekuk Polda Metro

“Since the police in Indonesia allege that they have arrested me, I have decided to disclose this data as a suprise for them,” tulisnya di forum gelap.

Dalam pernyataannya, Bjorka menyebut polisi salah alamat. WFT yang ditangkap hanyalah penipu yang mencatut identitasnya.

“The individual you captured is someone who has been tricking many people under my name all this time, and you can only catch me in your dreams,” klaimnya.

Publikasi data itu sontak menyulut perdebatan panas.

Konsultan keamanan siber Teguh Aprianto membagikan ulang tangkapan layar kebocoran tersebut lewat akun X pribadinya pada Minggu, 5 Oktober.

“Polisi mengklaim menangkap Bjorka. Padahal yang ditangkap itu cuma faker alias peniru,” cuitnya.

Menurut Teguh, data yang bocor mencakup nama, pangkat, satuan tugas, nomor telepon, hingga email pribadi anggota Polri.

Fenomena ini memunculkan ironi, di satu sisi polisi mengumumkan keberhasilan menangkap peretas besar, namun di sisi lain kebocoran data ratusan ribu personel mereka justru terbongkar secara masif.

Netizen pun ramai menyindir langkah aparat.

“2 kata lucu: dijual gratis,” tulis seorang pengguna X.

“Puncak komedi wkwk,” sahut yang lain.

Lebih jauh, sejumlah akun bahkan membagikan tautan berisi dokumen yang diduga milik anggota Polri.

Sebagian netizen mengingatkan hanya sebagian kecil data yang dipublikasikan, baru 1.448 nama, sementara sisanya entah menunggu giliran atau sekadar ancaman lanjutan dari Bjorka.

Kasus ini menyingkap dua hal, lemahnya deteksi dan verifikasi aparat dalam mengidentifikasi peretas sesungguhnya, sekaligus rapuhnya keamanan data internal institusi kepolisian.

Publik kini menunggu, apakah Polri akan menjawab tantangan Bjorka dengan langkah konkret, atau hanya sibuk merayakan penangkapan “yang salah alamat”. (Ron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini