Bendahara PDIP Didakwa Terlibat Suap Mantan Bupati Banggai Laut, Kuasa Hukum Sebut Itu Peradilan Sesat
PALU, TEKAPE.co – Bendahara PDIP Kabupaten Banggai Laut, Sulteng, Recky Suhartono Godiman, menjalani sidang, bersama dua orang terdakwa lainnya, Selasa, 8 Juni 2021, di Pengadilan Tipikor Klas I A Palu.
Godiman disidangkan bersama Wenny Bukamo (Mantan Bupati Banggai Laut), dan Hengky Thiono.
Proses sidang itu mendapat protes dari Penasehat Hukum, Recky Suhartono Godiman, dari kantor hukum Muh Rasyidi Bakry, S.H., LL.M.
Rasyidi, dalam rilisnya, yang diterima Tekape.co, Rabu 9 Juni 2021, mengatakan, pihaknya mendapati, ada indikasi peradilan sesat, yang menimpa kliennya. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan.
Pertama, sesuai dakwaan JPU KPU Nomor :39/TUT.01.04/24/2021, terdakwa utama Wenny Bukamo didakwa dengan dua pasal, yakni pertama pasal 12B UU Tipikor Juncto Pasal 55, ayat (1) KUHP dan KEDUA, Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 55, ayat (1) KUHP.
“Dari dakwaan ini, maka terlihat jelas jika klien kami dijerat dengan Pasal 55, atau pasal penyertaan karena dianggap turut serta membantu Wenny Bukamo dalam proses menerima hadiah atau janji yang berkaitan dengan jabatannya seperti didakwakan dengan pasal tersebut,” jelasnya.
Kedua, lanjut Rasyidi, bahwa dari dakwaan JPU alasan utama yang digunakan untuk menjerat kliennya, adalah pengakuan Djufri Katili (KO AN) dalam BAP-nya, yang menerangkan bahwa dirinya pernah memberikan uang sebesar Rp500 juta, kepada Wenny Bukamo, yang diberikan melalui Klien kami pada tanggal 28 Mei 2020, bertempat di Hotel Carabella Bobolon Desa Lampa Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Laut.
Ketiga, bahwa dari persidangan Selasa, 8 Juni 2021, Djufri Katili, yang dihadirkan sebagai saksi mahkota (kroon getuide) dalam persidangan, secara tegas menyatakan mengoreksi keterangannya yang ada di BAP, dengan menyatakan bahwa benar dia pernah memberikan uang sebesar Rp.500 juta tersebut kepada Recky Godiman, tapi uang itu bukanlah titipan untuk Wenny Bukamo, seperti yang disampaikan sebelumnya di BAP, tapi untuk biaya operasional PDI-P, karena dirinya sebagai simpatisan PDI-P.
Poin empat, bahwa keterangan Djufri Katili tersebut, secara hukum sebenarnya bukanlah alat bukti yang sah, karena sesuai azas hukum, satu saksi bukanlah saksi (unus testis nullus testis).
“Kemudian, kalau pun keterangan Djufri Katili benar, maka pemberian uang tersebut, tentu tidak terkait sama sekali dengan perkara yang sedang disidangkan. Sebab, dengan menyatakan bahwa uang tersebut bukan untuk Wenny Bukamo, maka pasal penyertaan yang disangkakan kepada klien kami menjadi gugur dengan sendirinya,” tegasnya.
Alasan kelima, jelas Rasyidi, keterangan tersebut juga secara tegas dibantah oleh Kliennya, dengan menyatakan bahwa hal tersebut tidak benar. Dan memang, sesuatu yang tidak masuk akal dan cenderung melecehkan nalar, bahwa pengakuan Djufry Katili yang menyatakan bahwa uang tersebut hanya diberikan untuk biaya operasional PDI-P, tanpa ada sangkut paut dengan Wenny Bukamo selaku Bupati, adalah sesuatu yang sulit dipercaya.
Sebab, kata Rasyidi, tidak mungkin selaku pengusaha, pemberian tersebut hanya diberikan begitu saja kepada Recky, yang tidak punya jabatan apa-apa, selain bendahara PDI-P di Kab. Banggai Laut.
“Kalau pun itu diberikan apakah itu tindak pidana? Dan kalau itu tindak pidana, tentunya bukan tindak pidana korupsi seperti persidangan yang sekarang dijalani oleh Klien kami. Olenya untuk menguji kebenaran keterangan Djufry Katili tersebut, maka Klien kami berencana akan melaporkan perkara ini kepada Kepolisian,” terang Rasyidi.
Rasyidi juga mengaku menangkap kesan kuat, bahwa persidangan terhadap kliennya adalah sesuatu yang sangat dipaksakan, karena tidak didukung alat bukti yang kuat karena hanya berdasarkan pengakuan Djufry Katili yang sangat tidak berdasar tersebut.
“Kemudian, keterangan berbagai pihak yang menjelaskan bahwa Klien kami adalah orang dekat Bupati, padahal kedekatan tersebut adalah murni hubungan kerja dan tidak pernah disalah gunakan untuk sesuatu yang melanggar hukum,” katanya.
Fakta ketujuh, kata Rasyidi, pengakuan dari saksi-saksi tidak ada, yang secara tegas menyatakan bahwa kliennya terlibat pengaturan proyek yang melanggar hukum.
Bahkan, kata dia, fakta yang terungkap di persidangan, mereka yang didakwa sebagai penyuap dan telah diputus bersalah, yakni Hedy Thiono, Andreas Hongkiriwang dan Djufry Katili secara tegas menyatakan bahwa mereka tidak pernah memenangkan proses lelang proyek karena bantuan Kliennya.
“Karena faktanya, mereka bisa berkomunikasi langsung dengan Bupati dan atau para pihak yang mengatur proses pelelangan proyek,” ujarnya.
Bahkan, kata Rasyidi, dalam proses persidangan, dan telah diakui di BAP-nya atau berdasarkan keterangan saksi yang lain, Basuki Mardiono (Kepala PUPR) Banggai Laut, dan Ramli Hi Patta (Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR), terungkap pernah mendapat uang dari rekanan, yang sebenarnya terindikasi kuat bahwa dana-dana tersebut adalah dana gratifikasi karena tidak pernah dilaporkan kepada KPK atau dipinjamkan tanpa bunga.
“Hal ini menjadi bukti nyata bahwa proses pemenangan proyek justru dikomunikasikan langsung oleh para rekanan dengan dinas terkait dalam perkara ini adalah Dinas PUPR Banggai Laut,” terangnya.
Berdasarkan keterangan itu, kata Rasyidi, maka terlihat jelas bahwa ada indikasi peradilan sesat terhadap kliennya, terdakwa Godiman. (*)
Tinggalkan Balasan