Bagian II (selesai): Catatan Perjalanan ke Pelosok Bersama Cakka, Merakyat Hingga Tak Terkesan Pejabat
Berkemeja. Itu saat di balik meja atau menghadiri undangan resmi. Di luar itu layaknya masyarakat biasa.
LAPORAN : Hidayat Ibrahim
* Jurnalis di Belopa
“Yang mana Opu Bupati?” Penggalan kalimat pertanyaan yang kerap disampaikan masyarakat ketika Bupati Luwu, Andi Mudzakkar turun menyapa masyarakatnya ke pelosok-pelosok Luwu.
Memang, meskipun ia seorang bupati dua periode, bukan berarti semua masyarakat mengenalnya. Khususnya yang ada di pedalaman. Yang jauh dari media cetak dan jaringan internet 3G ataupun 4G. Apalagi, style-nya biasa-biasa saja.
Tampilan parlente cukup terkesan jauh dari pribadi Cakka. Hal itu tidak lepas dari prinsip hidup beliau. Bahwa, kita ini masyarakat biasa yang hanya secara kebetulan diberikan amanah. Tidak boleh ada kesan apalagi sekat dengan rakyat. Pemimpin harus tetap merakyat. Baik dalam hal pelayanan, tingkah laku maupun tutur kata.
Rusdi Djufri. Sudah sembilan tahun mendampingi Cakka, mengakui bahwa salah satu karakter yang tidak bisa ditiru figur lain pada diri Cakka adalah dalam memposisikan diri. Tampil apa adanya sesuai kondisi. Dimana pun dia berkunjung.
“Tidak pernah memposisikan diri sebagai orang yang harus dilayani. Yang saya rasa dan lihat adalah beliau layaknya masyarakat biasa,” kata Rusdi.
Pesan yang ingin disampaikan dari gaya melayani itu adalah pentingnya wujud sebuah kebersamaan. Antara pemerintah dan rakyat. Jabatan adalah amanah dan titipan. Yang tidak semestinya membuat yang memangkunya merasa tuan. Tuan yang membutuhkan pengakuan apalagi layanan kemewahan. Jabatan harusnya dijadikan pedoman untuk bisa mewujudkan pelayanan yang menyenangkan.
“Cukup banyak kesan bersama beliau. Khususnya ketika mengunjungi pelosok negeri, baik itu Bastem, Latimojong, Seko atau pedalaman daerah lain. Bukan cuma suka tapi juga cukup banyak dukanya. Beliau tetap tidak berubah apalagi bertobat ke pedalaman. Padahal, beliau pernah jatuh ke dalam jurang yang hampir merenggut nyawa dia dan anaknya” jelas Rusdi.
Dalam kunjungan ke pelosok, Cakka memiliki kepedulian yang cukup peka melihat kondisi masyarakatnya. Kalaupun belum bisa memberikan program pembangunan, palik tidak beliau sudah bisa memberikan kesederhanaan dan kenyamanan. Dengan cara itu, rakyat merasa bagian dari dirinya dan pemerintahan.
“Tak ada kesan bahwa beliau seorang pejabat. Rasanya susah dibahasakan gayanya,” sebut Rusdi yang tidak bisa meneruskan rincian seperti apa gaya main cakka dalam memimpin.
Ketika di pelosok, Cakka yang hobi mengendarai motor trail juga tidak sungkan membonceng anak sekolah. Meskipun cara itu beresiko karena bebannya berat. Sementara jalan yang akan dilalui cukup darurat.
Demikian halnya ketika beliau melihat pohon mangga ‘Cakkuridi’ yang berbuah lebat di salah satu kebun warga. Tak ada kata panjatkan, yang dilakukannya adalah cukup meminta kepada sang tuan dan lalu mengambil sepotong kayu kemudian dilemparnya sendiri.
“Kita harus mengukur diri. Tetap jaga semangat kebersamaan. Rawatlah semangat itu dalam melihat masa depan,” pesan Cakka, kepada siapa saja yang ditemuinya.
Kasubag Protokoler Humas Pemkab Luwu, Imran Hasyim pun mengatakan bahwa jadwal kerja Cakka mengalir begitu saja. Tak melekat aturan keprotokoleran.
“Kita tidak bisa pastikan. Sebab, kadang berubah. Tiba-tiba mau berkunjung ke pelosok karena ada panggilan masyarakat. Padahal, tidak ada dalam jadwal. Bertemu rakyat secara langsung memang beliau lebih suka,” kata Imran Hasyim.
Selama menjadi bagian dari Humas, Imran mengakui cukup banyak kesan yang dirasakan. Yang paling terasa ketika kunjungan Presiden dan Wakil Presiden. Cakka selalu mengingatkan dan memberikan wejangan mendidik.
“Intinya, gaya kerja beliau susah ditebak. Tidak heran jika dirinya dengan masyarakat kayak tidak ada jarak karena kedekatan. Pesan beliau selalu kepada saya adalah kerja ikhlas. Beliau juga sangat perhatian ke bawahannya. Saya sangat rasakan itu. Kalau mau disebut semua kenangan, susah dibahasakan gaya mainnya. Intinya adalah mengajarkan kita rendah diri dan selalu merakyat sebagai abdi masyarakat,” kenang Imran.
Kesan yang sama pasti dirasakan bagi yang pernah menginjak rumah jabatan bupati di Bukit Limpujang, Belopa.
Jangan harap Anda disuruh mengisi buku tamu, ditegur Satpol saja tidak. Sebab, beliau memang berpesan kepada jajarannya bahwa jangan halangi masyarakat menemui dirinya. Cukup cari kursi kosong. Lalu tunggu giliran atau panggilan beliau.
“Siniki. Kenapaki. Apa yang bisa saya bantukanki.” Demikian Cakka menyapa tamunya di rumah jabatan.
Tak perduli pagi, siang ataupun tengah malam. Selama beliau belum istirahat, maka Cakka pasti akan melayani. (selesai)
Tinggalkan Balasan