AMAN Tana Luwu Tolak Tambang dan Bank Tanah di Luwu Utara
LUWU UTARA, TEKAPE.co — Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu bersama sejumlah organisasi lainnya, menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Luwu Utara, Jumat, 11 Oktober 2024.
Aksi yang dipimpin oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) se Luwu Raya bersama organisasi mahasiswa dari wilayah Seko, Rampi, Rongkong, dan Padoe, mendesak perlindungan hak-hak adat.
Dalam aksi yang berlangsung damai tersebut, massa diterima langsung di Ruang Dengar Pendapat DPRD Luwu Utara oleh Wakil Ketua DPRD, Karemuddin, didampingi anggota DPRD lainnya, yakni Amir Mahmud, Widia, Topel Pomandia, dan Heriansa Efendi.
Mereka menyuarakan tuntutan terkait percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat oleh pemerintahan baru Prabowo-Gibran, sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan.
Tuntutan Tegas ke Pemerintah Baru
Masyarakat adat mendesak pemerintah Prabowo-Gibran untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat dalam 100 hari pertama pemerintahannya.
Selain itu, mereka meminta percepatan pengakuan wilayah adat dan penyelesaian konflik agraria yang selama ini tidak kunjung diselesaikan oleh pemerintah Jokowi.
Mereka juga menolak UU Cipta Kerja, UU Minerba, dan berbagai regulasi lain yang dianggap merugikan masyarakat adat, petani, nelayan, dan kelompok marginal lainnya.
“Masyarakat adat berhak mendapatkan keadilan dan pengakuan atas tanah mereka. Kami mendesak agar pemerintah Prabowo-Gibran mencabut perundang-undangan yang mendiskriminasi masyarakat adat dan memperjuangkan reforma agraria sejati,” tegas Muhammad Afif, Ketua Pengurus Harian AMAN Wilayah Seko.
Tuntutan Lokal: Tolak Tambang dan Bank Tanah di Seko
Di tingkat lokal, para peserta aksi juga menyuarakan tuntutan pencabutan izin usaha tambang PT Citra Mineral Palu dan PT Kalla Arebamma yang beroperasi di wilayah adat Seko dan Rampi.
Mereka menolak keras skema Perhutanan Sosial dan keberadaan Bank Tanah, yang dinilai merampas hak-hak ulayat masyarakat adat.
“Kami tidak akan diam. Masyarakat adat Seko menolak tambang dan Bank Tanah. Ini bukan solusi, melainkan ancaman besar bagi hak kepemilikan tanah kami,” ujar Afif dengan lantang.
Selain itu, masyarakat adat juga menuntut pencabutan patok kehutanan di Rongkong dan percepatan pengakuan masyarakat adat oleh pemerintah Kabupaten Luwu Utara.
Topel Pomandia: Kami Siap Kawal Aspirasi Masyarakat
Menanggapi tuntutan tersebut, Anggota DPRD Luwu Utara asal Seko, Topel Pomandia, memberikan dukungan penuh kepada masyarakat adat.
Ia meminta masyarakat untuk melapor jika ada intimidasi terkait penerimaan investor di wilayah mereka.
“Kami di DPRD siap mendampingi secara politik. Jangan biarkan masyarakat diintimidasi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin memaksakan kehadiran investor tambang atau PLTA,” ungkap Topel.
Ia juga menyoroti proyek PLTA di Seko yang dinilai merugikan masyarakat karena akan berdampak besar pada lahan pertanian dan kehidupan mereka.
“Saya menolak keras kehadiran PLTA dan meminta teman-teman di DPRD untuk bersama saya menghentikan proyek ini,” tegasnya.
Dengan sikap tegas dari masyarakat adat dan dukungan politik yang kuat dari DPRD, aksi ini menjadi simbol perlawanan terhadap proyek-proyek yang dianggap mengancam hak-hak dan keberlanjutan kehidupan masyarakat adat di Luwu Utara.(Accy)
Tinggalkan Balasan