Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Setengah Abad PT Vale di Lutim, Mayoritas Desa di Lingkar Tambang Belum Berstatus Mandiri

Foto bersama usai Diskusi Publik, yang digelar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sulsel bertajuk 'Perpanjangan Kontrak Karya PT Vale, Siapa Untung?' di salah satu warkop di bilangan Toddopuli Makassar, Rabu 5 Oktober 2022. (ist)

MAKASSAR, TEKAPE.co — Kontribusi PT Vale Indonesia, Tbk selama kurang lebih 50 tahun disebut belum memiliki dampak signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Luwu Timur, terkhusus di wilayah lingkar tambang.

Hal itu terungkap dalam Diskusi Publik, yang digelar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sulsel bertajuk ‘Perpanjangan Kontrak Karya PT Vale, Siapa Untung?’ di salah satu warkop di bilangan Toddopuli Makassar, Rabu 5 Oktober 2022.

Direktur Nusantara Riset, Afrianto Nurdin MSi, dalam pemaparannya, menyoroti data pertumbuhan ekonomi Lutim yang pada 2021 mengalami penurunan, yakni minus 1,39 (-1,39).

Sementara dua tahun sebelumnya, hanya tumbuh tidak sampai 2 persen, 2019 tumbuh 1,17 persen dan 2020 tumbuh 1,46 persen.

Tak hanya pertumbuhan ekonomi, Afrianto juga menyoroti perkembangan status desa yang ada di lingkar tambang PT Vale.

“Menurut data Indeks Desa Membangun (IDM) yang dikeluarkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada 2021 lalu, mayoritas desa di wilayah lingkar tambang, masih berstatus berkembang, belum mandiri. Padahal, PT Vale sudah lebih dari setengah abad beroperasi,” tandasnya.

Ekonom muda Tana Luwu itu menjelaskan, PT Vale melalui program CSR-nya telah memasukkan 43 desa sebagai daerah pembinaan dan pengembangan masyarakat. 43 desa ini berada di empat kecamatan, yakni Sorowako, Nuha, Malili, dan Towuti.

“Selama 50 tahun lebih, harusnya desa-desa itu sudah masuk desa mandiri. Artinya program pengembangan yang dilakukan lewat CSR belum mampu menciptakan kemandirian desa,” sebutnya.

Kemudian sektor pembangunan ekonomi inklusif, Lutim juga berada di urutan terendah dari 24 kabupaten/kota di Sulsel.

Afrianto menjelaskan, data ini menunjukkan, sektor pertambangan belum memberi dampak signifikan kepada sektor lainnya. Terutama barang dan jasa. Ini malah korelasinya sangat lemah.

Namun di sisi lain, kontribusi pertambangan terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Lutim memang tinggi sekitar 44 persen. Sisanya sektor pertanian 24 persen dan 14 sektor lainnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Bahtiar Maddatuang, mendukung langkah Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman yang mendukung pengelolaan tambang nikel di Lutim diambil alih oleh pemerintah agar lebih optimal.

“Salah satu cara daerah bisa mandiri dengan memaksimalkan potensi daerah yang ada. Kita butuh cara berpikir seperti Gubernur Pak Andi Sudirman Sulaiman ini,” katanya.

Dia mencontohkan visi berani dari Pemprov Kalimantan Timur, yang mengusung visi ‘Kaltim Berdaulat,’ yang diusung Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor. Dengan memaksimalkan potensi lokal demi kemajuan daerah.

“Misalnya potensi tambang yang ada, kalau dikelola pemerintah daerah akan lebih maksimal. Apalagi industri nikel ini lagi menggeliat,” tegasnya.

Dia juga menyebut kontribusi PT Vale di sektor pendidikan yang masih minim bagi masyarakat. Harusnya sudah bisa membangun sebuah universitas atau Politeknik bukan sebuah akademi saja. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini