Mantan Kades Diduga Terlibat Tambang Galian C di Takalar, Pj Kepala Desa Sebut Akan Dihentikan
TAKALAR, TEKAPE.co – Tambang galian golongan C, berupa pasir dan batu (Sirtu), di Desa Cakura, Kecamatan Polombangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, diduga dilakukan secara illegal.
Kegiatan penambangan diduga ilegal tersebut, diduga milik mantan kepala desa setempat. Hasil penambangan itu diperuntukkan di salah satu pekerjaan pemadatan ruas jalan tani sepanjang 450 meter.
Dari informasi yang dihimpun, program pemadatan jalan tani itu, merupakan salah satu program desa untuk tahun anggaran 2022 di masa jabatan mantan kades tersebut.
Namun hingga berakhir periode jabatannya, program pemadatan tahap pertama itu tidak berjalan lagi.
Mantan Desa Cakura Nurdiansyah, S.Pd, yang dikonfirmasi wartawan terkait kepemilikan tambang galian C tersebut, Rabu 1 Mei 2022, mengaku tak tahu menahu soal tambang galian C tersebut.
“Saya tidak ada hubungannya dengan itu tambang sirtu. Apalagi dibilang saya pengelolanya. Saya bukan pengusaha, yang kemarin itu saya kerja jalan tani untuk pemadatan dan masyarakat adalah penerima manfaat,” tandasnya.
Sementara Penjabat Kepala Desa Cakura, Syaharuddin, mengatakan dengan tegas, akan menghentikan pekerjaan penambangan tersebut.
Terkait penambangan Sirtu yang diduga dilakukan tanpa miliki izin oleh oknum kades di Desa Cakura itu, salah satu aktifis pemerhati lingkungan Nurzaman Razaq, yang dimintai komentarnya melalui WhatsApp pribadinya, menekankan perlunya ada tindakan tegas dari pemerintah daerah setempat.
Pemerintah daerah setempat, kata Nurzaman Razaq, mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah kabupaten, untuk melakukan klarifikasi terhadap masalah.
Terlebih, hasil penambangan Sirtu itu digunakan untuk program pemadatan jalan tani, yang bisa jadi pemadatan jalan tani itu didasari dari anggaran dana desa.
“Kalau didasari dengan ketersediaan anggaran dana desa, bisa jadi Sirtu yang digali dari hasil penambangan itu, patut diduga anggarannnya dikemanakan,” tanya Nurzaman Razaq.
Ia menambahkan, sehingga patut pula dipertanyakan oleh Penjabat kepala desa.
Mengingat, lanjutnya, suatu program infrastruktur yang bahan materialnya bersumber dari hasil illegal, tentu tidak dibenarkan dalam perundang-undangan, apalagi kalau ada anggarannya tidak dipergunakan sebagaimana peruntukannya. (rasyid)
Tinggalkan Balasan