Muncul Ajakan Demo di Sorowako, Pancai: Jangan Terlalu Mudah Atasnamakan Adat Untuk Kepentingan Kelompok
SOROWAKO, TEKAPE.co – Gerakan yang mengajak masyarakat adat untuk turun melakukan aksi unjuk rasa, Selasa 1 Maret 2022 ini, beredar di grup-grup Whatsapp.
Dalam gerakan itu, kelompok adat di Sorowako mengajak masyarakat adat yang ada di lingkar tambang PT Vale Indonesia Tbk, untuk turun menuntut haknya di PT Vale.
Dalam pesan yang beredar, mereka menuntut pengelolaan dana tanggung jawab sosial atau CSR PT Vale agar disalurkan satu pintu, lewat lembaga masyarakat adat.
Mereka juga menuntut agar 50 persen dana CSR dikelola dan diberikan kepada masyarakat adat yang ada di lingkar tambang.
Rencana demo di Sorowako yang mengatasnamakan adat itu, direspon pemangku adat lainnya.
Pemegang Mandat Adat Pancai Pao, Abidin Arief To Pallawarukka SH, dalam keterangan tertulisnya, Selasa pagi, 1 Maret 2022, menyampaikan jika adat luwu itu sakral dan sangat mulia.
Sehingga tidak boleh terkesan terlalu mudah dibawa-bawa untuk kepentingan kelompok tertentu.
“Kerajaan Luwu di masa lampau, sampai di masa sekarang, tidak boleh dijadikan sebagai senjata politik atau bisnis kelompok tertentu. Sebab, pembawa adat itu dari atas ke bawah, serta dari bawah ke atas, merupakan satu kesatuan yang sangat erat, tidak dapat terpisahkan,” kataya.
Jika diibaratkan sebuah benda, lanjut dia, tali terlilit saling mengikat erat yang sulit dipisahkan. Begitu kuatnya tatanan adat Luwu yang menjadi satu kesatuan demi kepentingan orang banyak.
Makanya, kata Abidin, adat Luwu tidak mudah dan terlalu murah untuk melakukan gerakan yang dapat menimbulkan aksi anarkis.
“Wija to Luwu itu adalah Wija mappidecengnge. Artinya, anak turunan Luwu adalah turunan yang memperbaiki orang banyak, bukan merusak orang,” tegasnya.
Selain itu, Abidin Arief juga menyampaikan, salah satu falsafah di Tana Luwu, orang adat sangat menjunjung tinggi sifat sipakaraja, sipakalebbi, sipakatau sipakainge. Artinya, sikap saling menghargai, membesarkan, memuliakan, memanusiakan, dan saling mengingatkan, jika ada hal yang keliru di dalamnya.
“Falsafah ini orang adat Luwu ini menjunjung tinggi secara turun temurun, sampai akhir hayatnya. Apabila falsafah ini tidak dipegang, maka dia bukan orang adat, ataukah sama sekali tidak tau tentang tatanan adat Luwu,” tegas Abidin.
Ia juga kembali menekankan, jika Kerajaan Luwu ini merupakan salah satu kerajaan yang cukup menjaga tatanan dan tata kramanya, sebab sejak dulu, tidak menganut sistem arogansi, tapi menganut sistem kemuliaan.
Juga, Kerajaan Luwu, salah satu kerajaan besar yang pertama menerima Islam, saat kerajaan Luwu berpusat di Malangke di abad ke-15.
“Kerajaan/Kedatuan Luwu di masa lampau, merupakan pengayom. Setelah kita bernegara, maka sejatinya orang adat harus tampil sebagai panutan. Karena Luwu memang mengejar dan memegang kemuliaan, dimana simbol tertingginya sebagai payung, yang merupakan salah satu maknanya, selalu menaungi atau menjaga orang banyak,” jelasnya.
Salah satu nilai Kebesaran Kerajaan/Kedatuan Luwu di masa lampau, karena menjalin hubungan bukan dalam bentuk peperangan, namun melalui kawin mawin atau hubungan dagang.
“Itulah sebabnya, kerajaan/Kedatuan Luwu tidak mengenal yang namanya demonstrasi sampai hari ini. Karena orang adat Luwu mempunyai salah satu motto ‘taro ada taro gau.‘ Yang artinya, satu kata satu perbuatan. Sebab, kata dan perbuatan merupakan nilai kebangsawanan anak turunan bangsawan Luwu,” terang Abidin. (rin)
Tinggalkan Balasan