Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Anak 10 Tahun di Manado Diketahui
JAKARTA, TEKAPE.co – Polisi telah mengetahui indentitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak perempuan usia 10 tahun yang mengakibatkan memar di tubuh, pendarahan hebat pada alat vital di kelurahan Malendeng, Kecamatan Paal Dua, Manado, Sulawesi Utara yang di terima laporan kepada polisi pada 28 Desember 2021.
Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan Tim penyidik telah melakukan penyelidikan tempat kejadian perkara dan visum hingga sampai saat ini masih berlangsung penyelidikan.
“Penyidik telah melakukan observasi rumah korban yang diduga sebagai tempat terjadinya perkara dan melakukan koordinasi dengan dokter kandungan, dokter anak dan dokter forensik serta melakukan visum,” kata Irjen Pol Dedi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/1/2022).
Kadivhumas Polri menuturkan penyidik juga akan melakukan gelar perkara untuk menaikkan kasus ini menjadi penyidikan.
Selain melakukan penyelidikan dan penyidikan, Kapolda Sulawesi Utara Irjen Pol Mulyatno bersama Kapolresta Manado dan penyidik Polresta Manado juga mengunjungi Rumah Sakit Kandou untuk memberikan penguatan dan penghiburan kepada korban dan keluarga.
Dari hasil pertemuan dengan korban, didapati informasi satu nama yang menjadi terduga pelaku kekerasan seksual terhadap korban. Satu nama tersebut nantinya berpotensi menjadi tersangka dan akan dilakukan penangkapan.
“Rencana tindak lanjut besok hari akan melangsungkan rilis dengan mengundang mitra pemerhati anak, psikolog anak, serta UPTD (Unit Pelayanan Teknis Daerah) Provinsi Sulut yang membidangi perlindungan, perempuan dan anak,” katanya.
Kasus tersebut di ketahui setelah video kesaksian ibu korban yang diunggah di akun media sosial politisi Partai NasDem, Hillary Brigitta Lasut.
Dalam video, Hal ini dikatakan Hillary kiranya kembali dipertimbangkan, mengingat, pihak keluarga sudah sangat terpukul baik secara mental, psikis, dan juga sangat menderita karena melihat keadaan fisik dan mental anggota keluarga yang sudah dalam kondisi yang memprihatinkan.
Mereka tidak memiliki kekuatan atau bahkan resources, khususnya karena mereka berasal dari keluarga kurang mampu, untuk melapor sampai Jakarta atau bahkan mungkin mereka tidak tahu bagaimana cara untuk melapor kepada LPSK.
“Hal itu pun kemudian membuat mereka mengurungkan niat. Jangan sampai karena takut tidak punya uang, karena keterbatasan ekonomi, kemudian korban-korban kekerasan seksual yang mengalami kerusakan di bagian organ vital, atau juga
memar, penderitaan fisik, tidak merawat diri dan tidak membawa diri ke rumah sakit, hanya karena khawatir tidak ditanggung oleh BPJS,” jelas Hillary.
Hillary pun berharap, negara dalam kesempatan ini bisa menggunakan momentum disetujuinya RUU TPKS dan juga penyusunan Surpres RUU TPKS agar dapat menegaskan, BPJS sebagai lembaga seharusnya wajib menanggung biaya
pengobatan dari korban kekerasan seksual, khususnya yang membutuhkan
pengobatan di rumah sakit setempat.
Menurut Anggota komisi satu DPR RI, BPJS dapat membantu masyarakat dalam
upaya pengobatan pasca mengalami tindakan kekerasan seksual.
Hal itu mencakup semua pembiayaan serta dapat dipermudah, dan upaya-upaya
pemerintah untuk dapat mewujudkan Indonesia yang bebas dari kekerasan seksual juga mewujudkan Indonesia yang pemerintahannya melindungi hak-hak perempuan bisa terwujud.
Dalam video berdurasi satu menit itu, ibu korban kekerasan seksual itu mengaku sampai saat ini hanya bisa melaporkan kasus tersebut ke Polresta Manado, dan masih terus menunggu hasil penyelidikannya. “Sampai saat ini anak saya masih kritis,” ujarnya.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, diketahui peristiwa kekerasan seksual itu terjadi pada 7 Desember 2021 lalu. Korban sendiri saat ini mendapatkan perawatan intensif di RSUP Prof. Kandou. (Ronald)
Tinggalkan Balasan