Meninggal 2 Hari Setelah Divaksin, Keluarga Pasien Seruduk Puskesmas di Morowali
MOROWALI, TEKAPE.co – Dua hari setelah mengikuti vaksinasi massal, Jalena (56), warga Desa Emea Kecamatan Wita Ponda Kabupaten Morowali, Sulewesi
Tengah, meninggal dunia.
Jalena mengikuti vaksinasi massal, 30 Juni 2021 lalu, yang digelar dalam rangka HUT ke-75 Bhayangkara, 1 Juli 2021.
Jalena dilarikan ke Puskesmas Lantula Jaya, 6 jam setelah divaksin, dan meninggal Jumat sore, 02 Juli 2021.
Kejadian ini sempat heboh di Morowali. Sebab keluarga mengamuk di Puskesmas.
Karena banyak dibicarakan, wartawan pun mencoba mencari tahu kesaksian langsung keluarga pasien.
Anak pasien yang meninggal, Haerudin (34), kemudian ditemui wartawan di kediamannya, di Emea, Selasa 6 Juli 2021.
Haeruddin mengatakan, ibundanya, Jalena, sebelum divaksin dalam kondisi sehat, meski memiliki riwayat penyakit diabetes berdasarkan data Posyandu Lansia miliknya.
Sebelum Jalena meninggal dunia, dia mengalami gatal-gatal di kulit, sakit tulang, dan diare enam jam setelah divaksin.
Karena kondisi yang dialami itu, Jalena terpaksa dilarikan ke Puskesmas Laantula Jaya, Kecamatan Wita Ponda, Kamis 1 Juli lalu. Jalena menjalani perawatan selama dua hari.
Selama menjalani perawatan di Puskesmas, kondisi Jalena semakin parah hingga akhirnya meninggal dunia, Jumat sore, 02 Juli 2021.
Keluarga pasien tak mempersoalkan vaksin. Namun pihak keluarga kecewa dengan pelayanan Puskesmas. Sebab keluarga menilai pelayanan di Puskesmas sangat buruk, bahkan terkesan mengabaikan pasien, hinggga mengakibatkan Jalena meninggal dunia.
Kondisi pelayanan tersebut, menjadi penyulut emosi pihak keluarga. Beberapa keluarga menyeruduk Puskesmas, Jumat lalu.
Hingga polisi pun harus turun tangan, dikarenakan keluarga pasien mengamuk di Puskesmas.
Menurut anak pasien Jalena, Haerudin (34), bahwa saat dirawat di Puskesmas, ibunya tidak mendapat pelayanan yang maksimal.
“Bahkan saya sempat dibohongi oleh salah seorang dokter puskesmas katanya datang kontrol pasien jam 12 malam, padahal mereka tidak datang,” katanya.
Malam itu, Haeruddin mengaku tidak pernah tidur, karena kondisi ibunya semakin kritis, dan esoknya diminta agar ibunya dirujuk ke RSUD Morowali, namun ditolak pihak Puskesmas, dengan alasan belum sesuai dengan SOP (standar opersional prosedur). Sementara pasien sementara dalam kondisi kritis, namun perawat bilang tidak apa-apa.
“Ibu saya sudah sekarat saat itu, malah perawat bilang tidak apa-apa,” ungkap Haeruddin.
Sementara itu, keluarga pasien lainnya, Farhandi (27) menyatakan, bukan program vaksinasi massal yang diprotes, justru dirinya mendukung program pemerintah tersebut.
Tetapi kualitas pelayanan di Puskesmas Laantula Jaya yang dikeluhkan.
“Saya berharap agar pemerintah lebih meningkatkan kwalitas pelayanan kepada masyarakat sehingga tidak ada lagi korban selanjutnya. Cukup keluarga kami yang menjadi korban,” harapnya.
Sementara itu, Plt Kepala UPT Puskesmas Laantula Jaya, Siti Rahmi Nabito, SKM, saat dihubungi media ini via telepon, Selasa sore (6/7), belum memberikan keterangan dengan alasan sudah bukan jam kerja dan waktunya istrahat.
Sementara Camat Wita Ponda, Nasron S.Sos membenarkan kejadian tersebut.
Menurut Nasron, kejadian tersebut sempat heboh diakibatkan pihak keluaraga pasien mengamuk, karena tidak puas atas pelayanan tenaga medis terhadap pasien.
Seperti infus terlepas selama satu jam, namun tidak dipasang kembali, tabung O² (oksigen) hanya dibawa masuk ke ruangan.
Menurut Camat Wita Ponda, persoalan ini sudah dimediasi malam itu juga, bersama Kapolsek Wita Ponda dan koordinator Bhabinkamtibmas dan pihak keluarga sudah legowo.
“Bahkan sudah kami rapat dengan pihak puskesmas dihadiri Kapolsek membahas dalam rangka peningkatan mutu pelayanan masyarakat di Puskesmas,” katanya.
Nasron berharap kepada tim vaksinator agar lebih berhati-hati dalam pelaksanaan vaksinasi.
“Kalau ragu dengan kondisi kesehatan calon penerima vaksin, jangan dipaksakan. Sebaiknya dipertimbangkan untuk dipending sementara waktu,” harapnya. (*/fd)
Tinggalkan Balasan