Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Gelar Temu Nasional 2020, Jaringan GUSDURian Lahirkan 9 Rekomendasi Untuk Indonesia

NASIONAL, TEKAPE.co – Jaringan Gusdurian telah melaksanakan Kegiatan Temu Nasional (Tunas) Tahun 2020, yang berlangsung selama sepuluh hari, secara daring.

Tunas 2020 sebelumnya dibuka secara resmi oleh Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, yang juga merupakan putri sulung Presiden RI ke 4, KH Abdurahman Wahid atau lebih akrab disapa Gusdur.

Diketahui, Temu Nasional (Tunas) Jaringan Gusdurian Tahun 2020, merupakan forum tertinggi Gusdurian yang diikuti komunitas para pecinta dan pengagum Gus Dur yang berada di seluruh Dunia

Jaringan Gusdurian menganggap bahwa dalam melanjutkan perjuangan Gus Dur, yaitu terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera, Jaringan GUSDURian memandang perlunya merefleksikan situasi yang kita hadapi saat ini sekaligus menyusun langkah-langkah respons terhadap situasi-situasi tersebut. 

Jaringan GUSDURian mengadakan Temu Nasional (TUNAS) pada tanggal 7-16 Desember 2020, guna membahas isu-isu strategis yang dipandang perlu mendapatkan kepedulian bersama, baik dalam ranah politik, hukum, sosial-budaya, pendididikan, dan ekonomi.

Akibat lemahnya pendidikan kewargaan, sampai saat ini rakyat Indonesia tidak cukup mampu mempengaruhi proses-proses politik. Alhasil, praktik politik yang terjadi lebih berorientasi kekuasaan, korup dan transaksional, tidak sesuai dengan prinsip kepemimpinan publik yang ditekankan oleh Gus Dur: tasharruful imam ala ra’iyyah manuthun bilmaslahah, kebijakan pemimpin harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat.

Tunas Gusdurian yang bertajuk ‘Menggerakkan Masyarakat Memperkuat Indonesia’ tersebut, dari berbagai even kegiatan yang terlaksana selama kegiata berlangsung, Komunitas Gusdurian berhasil merumuskan 9 Pandangan dan Rekomendasi Jaringan GUSDURian untuk Indonesia.

Berikut Pandangan dan Rekomendasi Jaringan GUSDURian dalam TUNAS 2020:

Demi menghadapi berbagai tantangan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara sebagaimana telah disebutkan, kita perlu :

  1. Menegakkan kembali prinsip negara yang melindungi semua warganya, tanpa memandang perbedaan agama, suku, dan ras serta mempraktikkan nilai kesetaraan bagi semua warga negara dalam praktik bernegara sesuai dengan konstitusi.
  2. Memperkuat politik kewargaan dan mengawal terbukanya kembali diskursus tentang negara dan kewargaan. Masyarakat sipil perlu memperkuat basis sosial untuk menguatkan kontrol terhadap kekuasaan, agar struktur relasi dengan negara lebih transformatif sehingga posisi masyarakat sipil tidak semakin terkooptasi oleh negara.
  3. Pemerintah dan DPR RI perlu mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM seperti RUU Perubahan UU ITE, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan RUU Perubahan UU HAM. Pemerintah dan DPR RI harus melakukan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan memperkuat Lembaga Nasional HAM (Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI). Masyarakat perlu membangun sistem kontrol jalannya pemerintahan baik pusat dan daerah, sehingga kebijakan-kebijakan yang ada melindungi mereka yang lemah atau dilemahkan dan inklusif.
  4. Perlu adanya pembaharuan paradigma pendidikan terkait arah dan pengelolaan hingga perbaikan kultur lembaga dalam kolaborasinya dengan masyarakat. Hal tersebut perlu dilakukan agar sistem pendidikan Indonesia tidak lagi terdikte oleh kepentingan politik ekonomi global, melainkan konsisten pada dasar Pancasila, UUD 1945, nilai-nilai agama, dan budaya lokal untuk masa depan bangsa Indonesia yang sejahtera, damai, adil, dan beradab.
  5. Mendorong konsep “Pribumisasi Islam” sebagai metodologi pemikiran dan strategi gerakan sosial masyarakat untuk mewujudkan Indonesia berketuhanan, berkemanusiaan, bermartabat, dan berkeadilan. Untuk itu, perlu disosialisasikan pandangan Pribumisasi Islam tentang manusia sebagai subjek dan objek dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
  6. Eksploitasi sumber daya alam telah mengakibatkan berbagai bencana yang berdampak pada banyak aspek kehidupan masyarakat. Saat ini dunia menghadapi krisis global perubahan iklim. Penyebab perubahan iklim adalah kenaikan emisi gas rumah kaca yang di antaranya disumbang oleh eksploitasi sumber daya alam dan konsumsi energi kotor. Oleh karena itu, perlu dilakukan percepatan transisi energi bersih di Indonesia, karena energi kotor terutama energi batu bara merupakan salah satu penyumbang terbesar krisis perubahan iklim skala global.
  7. Perlu dibangun paradigma ekonomi yang berkelanjutan dan berbasis pada nilai kemanusiaan dan keadilan lingkungan. Selama ini paradigma pembangunan lebih menekankan pada aspek pertumbuhan ekonomi yang hanya melayani kepentingan investasi tanpa mengindahkan aspek keadilan dan pemerataan, sehingga mengakibatkan eksploitasi besar-besaran atas sumber daya alam dan melahirkan ketidakadilan lingkungan (environmental injustice).
  8. Pemerintah perlu memperkuat ekonomi dan keuangan bagi kelompok lemah dengan mendorong kemudahan akses fasilitas-perkreditan-permodalan bagi UMKM. Pemerintah juga perlu melakukan upaya serius untuk memangkas ketimpangan ekonomi dan meningkatkan kemampuan daya beli rakyat. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan untuk melindungi dan menumbuhkan sektor pertanian pangan, dan kelautan, serta mengembangkan perekonomian kreatif yang memfasilitasi rantai produksi dan distribusi perekonomian nasional.
  9. Menjadikan perempuan, anak, dan keluarga sebagai isu penting yang harus direspons dengan serius oleh seluruh elemen bangsa sekaligus menjadikannya sebagai perspektif yang inheren dalam semua isu kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Perempuan, anak, dan keluarga harus diposisikan sebagai subjek dan aktor perubahan sosial. Karena itu perlu ada upaya mempromosikan narasi tentang perempuan, anak, dan keluarga yang berbasis pada nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan untuk membendung narasi-narasi serupa yang melanggengkan subordinasi dan ketidakadilan pada perempuan dan anak. Perlu juga melakukan gerakan literasi kontekstual dan hukum agar masyarakat memiliki daya kritis dan mampu menghadapi persoalan hukum yang berkaitan dengan isu tersebut.

Sebagaimana disampaikan oleh Gus Dur,, “Perdamaian tanpa Keadilan adalah Ilusi.” Oleh karena itu, kami mengajak segenap komponen bangsa untuk bersama-sama berjuang demi tegaknya keadilan untuk Indonesia sejahtera, damai, dan beradab. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini