Di Tengah Pandemi, Produksi Gula Semut di Luwu Mulai Peroleh Keuntungan
LUWU, TEKAPE.co – Pandemi Corona yang melanda Indonesia sejak beberapa bulan terakhir ini, membuat ekonomi serba sulit. Tak terkecuali di sektor industri rumah tangga.
Namun beda halnya dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Sepakat, pembuat gula semut yang ada di Desa Kaladi, Kecamatan Suli Barat, Luwu, Sulawesi Selatan ini.
Guna mentaktisi sulitnya perekonomian saat ini, kelompok tani yang satu ini, melakukan terobosan terhadap budidaya air nirah.
KTH Sepakat sebelumnya membudidayakan air nirah, dengan mengolahnya menjadi Tuak Manis atau dipermentasi menjadi Asam Cuka, namun karena di tengah pandemi Covid-19 penjualan Tuak Manis dan Asam Cuka mengalami penurunan drastis, akhirnya KTH Sepakat beralih untuk memproduksi Gula Semut.
Produksi Gula Semut KTH ini ternyata menarik perhatian pasar, ditandai dengan meningkatnya pesanan dari konsumen.
Ketua KTH Sepakat Asse’, mengatakan kalau Produksi Gula Semut ini memanfaatkan pohon aren yang banyak tumbuh di kebun-kebun petani.
Asse’ juga mengungkapkan kalau, ekonomi anggota KTH dimasa pandemi covid-19 ini lumayan tercukupi selama memproduksi Gula Semut.
“Hasil pertanian lainnya harganya rata-rata anjlok, misalnya cengkeh dan lada yang harganya murah, tapi alhamdulillah harga Gula Semut, cukup baik. Tentu ini kabar gembira bagi kami,” kata Asse’, Selasa 15 Desember 2020.
Harga Gula Semut saat ini kata Asse’, berkisar Rp 50 hingga Rp70 ribu per kilogramnya.
Sekali produksi, KTH ini dapat menghasilkan 40 – 50 kilogram dalam sehari.
Jadi satu kali produksi Gula Semut, harganya bisa mencapai Rp3,5 juta.
Pembuatan Gula Semut juga bisa membuka lapangan kerja baru, sebagai juru masak dan tenaga pengemasan Gula Semut.
Sementara itu, Pendamping Kehutanan dibawah Naungan Local Champhion Perhutanan Sosial (LC-PS), Ismail Ishak, yang selama ini mendampingi KTH Sepakat mengatakan, dalam pendampingannya itu, selalu memberikan pelatihan rutin, agar stok produksi Gula Semut terjaga kualitasnya, dan terus berkesinambungan.
“Kita berikan bimbingan bagai mana cara mengelolah hasil bumi sendiri menjadi sebuah produk yang memiliki brand tersendiri,” ujar, Ismail Ishak, Selasa, 14 Desember 2020.
Pendamping terhadap kelompok Tani ini untuk membuat sebuah produk hasil karya lokal yang bisa menjadi identitas daerah nantinya.
“Semoga dengan adanya pelatihan rutin seperti ini bisa kemudian meningkatkan produksi Gula Semut, sehingga gula ini bisa menjadi produk lokal daerah, jika memungkinkan kenapa tidak kita lakukan ekspor keluar daerah,” harapnya. (*)
Tinggalkan Balasan