Tambang Emas Ilegal di Latimojong Cemari Air Baku PDAM Luwu
LUWU, TEKAPE.co – Tambang emas ilegal yang beroperasi di sungai Desa Kadundung, Kecamatan Latimojong, Luwu, Sulawesi Selatan, selain tidak memiliki izin tambang, juga mencemari air sungai.
Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Luwu, Syaharuddin, mengakui terjadi peningkatan biaya produksi air baku, akibat beroperasinya tambang emas ilegal tersebut.
Syaharuddin menjelaskan, biaya produksi meningkat hingga 40 persen.
Biaya itu kata dia, timbul akibat proses penjernihan air baku yang keruh karena adanya aktifitas tambang emas ilegal.
Limbahnya dibuang langsung ke sungai dan menyebabkan air sungai keruh.
“Keruhnya air sungai dan masalah ini sudah kami sampaikan ke DPRD Luwu, tapi belum ada tindaklanjutnya,” kata Syaharuddin.
Syaharuddin juga berharap, agar proyek pelebaran badan jalan ke Latimojong, cuttingan tanah dan buangan cadasnya jangan sampai dibuang ke Sungai karena bisa membuat air baku PDAM jadi keruh.
Ancaman lain juga datang dari penggunaan zat kimia merkuri. Jika informasi itu benar, maka tentu akan berdampak buruk pada kesehatan warga yang menjadi pelanggan PDAM Luwu.
“Terakhir kami mengambil sampel awal tahun 2020 dan kalau benar ada penggunaan merkuri, ini sangat berbahaya, tolong bantu kami,” ujarnya.
Tambang emas ilegal di desa Kadundung, Kecamatan Latimojong, sudah beroperasi cukup lama. Tambang ini awalnya hanya mengantongi izin galian C, namun fakta di lapangan adalah tambang emas menggunakan merkuri.
Pemerintah Kabupaten Luwu, dianggap lemah dan terkesan melakukan pembiaran, sehingga tambang ilegal ini bebas berproduksi.
“Padahal sudah cukup lama dan terlihat jelas dari jalan yang selalu dilalui pejabat pemkab Luwu, tapi tidak ada yang peduli,” kata salah seorang warga Luwu.
Sejumlah pekerja mengakui, tambang emas ini milik pengusaha china yang berdomisili di Makassar. Dalam sehari produksi, meresa bisa peroleh 35 gram emas.
Diketahui beberapa hari sebelumnya Kadis Lingkungan Hidup provinsi Sulawesi Selatan, Ir Andi Hasdullah beserta anggota Komisi D DPRD provinsi Sulsel melakukan kunjungan langsung ke lokasi tambang emas yang diduga ilegal tersebut.
Andi Hasdullah menjelaskan bahwa pihaknya sudah tinjau dengan anggota Komisi D DPRD provinsi Sulsel, setelah kita lakukan pemeriksaan dokumen lingkungannya itu direkomendasi oleh Dinas Lingkungan hidup kabupaten Luwu.
“Jadi itu memang izinnya di terbitkan di kabupaten, jadi saya kemarin minta kepala dinasnya, bagaimana langkah-langkahnya karena hasil peninjauan kemarin itu telah terjadi pelanggaran-pelanggaran,” jelas Ir Andi Hasdullah.
Menurutnya, terdapat beberapa pelanggaran yang pertama yaitu izin yang digunakan adalah izin galian C, namun kenyataannya di lapangan tidak sesuai, mereka mencari atau permurnian emas di lokasi tersebut.
Yang kedua surat izin tidak sesuai dengan lokasi yang tertera, mereka berpindah-pindah lokasi dan pelanggaran yang ketiga itu membuat air sungai jadi keruh dan mengakibatkan pencemaran dengan menggunakan bahan kimia permurnian emas.
“Bahan pemurnian emas itu membahayakan masyarakat, jadi sudah kita minta kepada DLH Kabupaten Luwu untuk menghentikan penggalian tambang dan bahkan pengelola tambang tersebut bisa dituntut secara hukum,” tambahnya.
Sambung Hasdullah, bahwa pihaknya meminta DLH mengambil langkah, kalau misalnya DLH Kabupaten Luwu tidak mampu menyelesailan persoalan ini, mereka bisa minta bantuan di DLH provinsi Sulsel.
“Jadi ini kewenangan penuh di kabupaten, karena izin rekomendasinya dari Dinas Lingkungan Hidup Kab. Luwu, jadi tidak ada kesulitan jika mereka langsung cabut,” ucap Andi Hasdullah.
Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Sulsel, Fadriaty Asmaun, yang turun langsung ke lokasi melihat aktifitas tambang ilegal tersebut, meminta agar segala aktifitas di tambang itu dihentikan.
Legislator Partai Demokrat itu menjelaskan bahwa kegiatan ini sangat berdampak buruk bagi lingkungan dan cukup membahayakan.
“Limbah mercurinya mengalir ke sungai, sementara sungai ini banyak dimanfaatkan warga, termasuk sebagai air baku PDAM di Luwu,” ujar Fadriaty Asmaun. (*)
Tinggalkan Balasan