Sebut tak Perlu Persoalkan Dualisme Mokole, Kepala LLDIKTI Wilayah IX Sulawesi Dinilai Ngawur
SOROWAKO, TEKAPE.co – Kepala LLDIKTI Wilayah IX Sulawesi, Prof Dr Jasruddin MSi, menyebut persoalan dualisme Mokole di wilayah adat Matano tak perlu dipersoalkan.
Namun sebaiknya melihat apa yang telah dilakukan Mokole Nuha, Andi Baso AM, dalam mempersatukan masyarakat adat dan memperjuangkan hak-haknya.
Pernyataan itu beredar di media sosial, yang memancing reaksi dari tokoh adat Tana Luwu. Sebab seorang profesor dianggap telah mendukung rusaknya tatanan adat yang terjadi selama ini.
Karena sejak beberapa tahun ini, di wilayah adat Matano, terdapat dua Mokole atau pemimpin adat. Satu Mokole Nuha, dan satunya lagi Mokole Rahampu’u Matano. Padahal dalam satu wilayah adat. Mokole Nuha dalam tatatan adat Kedatuan Luwu, ternyata tidak pernah dikenal. Yang ada hanya kepala distrik Nuha bentukan penjajah Belanda.
Pernyataan Prof Jasruddin itu memancing reaksi dari kalangan tokoh adat Tana Luwu. Salah satunya dari tokoh adat, Eng Andi Asrul Nyili Opu To Sau, yang dikenal banyak menyimpan Lontara dan dokumen adat Kedatuan Luwu.
“Jika pernyataan Prof Jasruddin yang beredar itu benar, maka komentar itu ngawur. Sebab itu sama saja mendukung rusaknya tatanan adat. Tidak sepantasnya seorang profesor terlalu jauh mencampuri wilayah adat Kedatuan Luwu,” tandas Opu Sau, Senin 21 September 2020.
Ia menjelaskan, adat itu punya tatanan jelas. Gelar tidak bisa jadi ukuran. Tapi adat berbicara tentang garis keturunan atau silsilah.
“Sebaiknya, jangan terlalu gampang mengucapkan kata dualisme tidak perlu dipersoalkan. Komentar itu sama halnya mendukung rusaknya tatanan adat Tana Luwu,” tegasnya.
Ia juga menegaskan, mendukung adanya Mokole Nuha, juga sama saja ikut menodai sejarah. Sebab Mokole Nuha tidak dikenal sama sekali dalam sejarah Kedatuan Luwu. Itu murni bentukan Belanda.
Sementara itu, salah seorang anak suku di Sorowako, H Hasan Said, juga heran dengan keluarnya pernyataan Prof Jasruddin itu.
“Sebelum ada pernyataan itu, Prof Jasruddin sempat komunikasi lewat telpon dengan saya. Beliau menyatakan mendukung penuh gerakan perbaikan tatanan adat di Matano dan Kedatuan Luwu. Tapi sekarang, saya tidak tau kenapa sampai keluar pernyataan seperti itu. Terus terang, saya merasa kecewa,” tandasnya.
Penjelasan Prof Jasruddin
Sementara itu, Prof Jasruddin, yang dikonfirmasi Tekape.co, Senin malam, terkait pernyataan yang beredar itu, menjelaskan, jika dirinya hanya menyampaikan agar anak suku yang ada di wilayah adat Matano tak terpengaruh dualisme Mokole.
Sebab menurutnya, untuk mendapatkan hak-hak masyarakat adat di PT Vale Indonesia, maka semua harus bersatu. Kompak.
“Yang saya sampaikan saat saya diundang pertemuan di Matano, saya memang wanti-wanti jangan anak suku ikut terpengaruh dualisme. Urusan dualisme itu urusan dewan adat. Anak suku harus tetap bersatu, kompak. Jika mau mendapatkan hak-haknya,” terangnya.
Prof Jasruddin juga menegaskan, dualisme di wilayah adat di Matano, dirinya netral. Kalau ada yang ingin menyatukan, dirinya memberikan apresiasi.
“Kemungkinan pernyataan saya yang dipersoalkan, karena saya sampaikan terlepas dari dualisme Mokole, saya mengapresiasi Opu Andi Baso, dalam mempersatukan anak suku. Ada rekaman pernyataan saya saat pertemuan itu,” terangnya. (*)
Tinggalkan Balasan