Tekape.co

Jendela Informasi Kita

PHK 5 Pegawai Tanpa Pesangon, RS Atmedika Palopo Disorot

PALOPO, TEKAPE.co – Rumah Sakit (RS) Atmedika Palopo mendapat sorotan dari Persatuan Mahasiswa Kesehatan (Permakes) Kota Palopo.

Itu setelah beredar kabar bahwa RS Atmedika melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 5 orang pegawainya.

Surat PHK tersebut berlaku mulai per 1 Maret 2020, yang ditandatangani Direktur RS Atmedika dr Anton Yahya MKes, tertanggal 28 Februari 2020.

Salah satu pegawai yang di-PHK, yang minta namanya dirahasiakan, mengaku, dirinya telah bekerja di RS Atmedika sejak tahun 2014.

Ia menjelaskan, alasan PHK dikarenakan dirinya bekerja di dua tempat kerja, dengan tipe yang sama, Rumah Sakit tipe C.

Saat di-PHK, dirinya mengatakan tidak menerima pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK).

“Saya tidak dapat uang pesangon dan uang penghargaan,” ujarnya, saat dikonfirmasi, Rabu 11 Maret 2020.

Begitupun dengan satu orang pegawai lainnya, yang juga tidak ingin disebutkan namanya. Ia bekerja sejak tahun 2009.

Ia juga mengatakan bahwa saat dirinya di PHK, tidak diberikan uang pesangon dan atau UPMK, serta surat pengalaman kerja.

“Kami berlima tidak diberi uang pesangon atau uang penghargaan. Tidak diberikan juga surat pengalaman kerja,” ucapnya.

Keduanya berharap, agar RS Atmedika segera membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan yang masih menjadi hak mereka.

“Kami berharap, semoga segera dibayarkan, karena itu masih menjadi hak kami,” harapnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Permakes Palopo, Ikhsan Tamping, mengatakan, apa yang dilakukan pihak menejemen RS Atmedika, tidak sesuai regulasi, yang diatur baik di UU nomor 34 tahun 2014 tentang Keperawatan dan UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Undang-undang Keperawatan mengizinkan perawat berlisensi untuk bekerja di 2 tempat kerja, dan pasal 156 undang-undang Ketenagakerjaan mengatur tentang kewajiban pengusaha memberikan pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja serta uang penggantian hak jika masih ada,” terang Ikhsan.

Ia menjelaskan, sederhananya aturan yang diberlakukan di suatu unit usaha yang mempekerjakan orang lain, seharusnya tidak bertentangan dengan UU ketenagakerjaan dan UU profesi terkait.

“Aturan yang diberlakukan di salah satu perusahaan namun tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan undang-undang bisa batal demi hukum,” ucap Ikhsan.

Ikhsan mengatakan, pihaknya akan melakukan audiens dengan Dinas Ketenagakerjaan dan DPRD Kota Palopo terkait dengan permasalahan tersebut.

“Perlu dikaji setiap kontrak kerja yang ada di setiap instansi yang mempekerjakan perawat, apakah upah sudah sesuai dengan upah minimum? Apakah jaminan kesehatan dan keselamatan kerja diberikan? Bagaimana dengan hak-hak lainnya seperti libur dan cuti, dan lain sebagainya,” ucap Ikhsan.

Ia menjelaskan, jika banyak pelanggaran, pihaknya akan minta agar instansi tersebut segera dievaluasi atau bahkan dinonaktifkan baik sementara, maupun secara permanen.

RS Atmedika: Sebelum Bekerja Memang Disampaikan tak Ada Pesangon

Sementara itu, Direktur RS Atmedika, dr Anton Yahya saat dikonfirmasi mengatakan belum mengetahui pasti seperti apa kejadian tersebut.

“Belum tahu dinda soal itu, karena saya baru tiba dari Makassar, mungkin besok saya akan konfirmasi dulu,” katanya.

Sementara itu, Human Resource Departement (HRD) RS Atmedika, Kadek Leo, menjelaskan, karyawan- karyawan yang di-PHK tersebut tidak semata-mata di-PHK tanpa sebab.

“Yang perlu diketahui bersama, bahwa karyawan yang kami PHK tidak semata-mata langsung di-PHK, tapi dilakukan mediasi sebanyak 2 kali untuk karyawan bersangkutan, agar memberikan pilihan, mau pilih kerja di RS Atmedika atau di tempat keduanya,” tandasnya.

Kemudian kedua, sesuai dengan aturan internal RS yang berlaku bahwa pengalaman kerja bisa diberikan kalau mengajukan surat pengunduran 1 bulan sebelum keluar kerja.

“Jika di-PHK, maka tentunya kami tidak mengeluarkan surat pengalaman kerja,” tandasnya.

Kemudian terkait pesangon, memang sebelum masuk kerja, pihaknya melakukan orientasi umum, tentang peraturan berlaku dan secara lisan disampaikan bahwa tidak ada pesangon, baik itu mengundurkan diri maupun dikeluarkan.

Ia juga menjelaskan, pihaknya mengacu pada undang-undang perawat yang berlaku.

“Kami mengacu pada UU Perawat, Bab 4 Praktik Keperawatan Pasal 28 ayat 2 Perawat bisa melakukan praktik mandiri dan praktik di fasilitas pelayanan kesehatan,” tandasnya.

Sedangkan yang bersangkutan, kata dia, pihaknya telah menyuruh membuat surat pernyataan tidak akan bekerja dua tempat, yang bertandatangan di atas materai 6.000.

“Karena kami merupakan RS swasta yang diupayakan adalah pelayanan yang maksimal oleh masyarakat,” katanya. (rindu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini