OPINI: Fenomena Desa Hantu
Oleh: Dian Mutmainnah
(Aktivis Mahasiswa Palopo)
PRESIDEN Joko Widodo atau Jokowi akan mengejar dan menangkap pelaku yang membentuk desa fiktif untuk meraup kucuran dana desa.
Presiden juga mengatakan kejadian munculnya desa fiktif ini mungkin saja terjadi di wilayah Indonesia yang luas.
Kabar adanya desa ‘hantu’ ini awalnya disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sri menerima informasi adanya desa tidak memiliki penduduk, namun memanfaatkan transfer uang rutin dari pemerintah. (kata-kata.co.id)
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani turut berkomentar terkait temuan desa fiktif atau tidak berpenduduk yang menerima manfaat dana desa. Menurutnya, ada proses verifikasi tidak benar yang dilakukan oleh pemerintah.
Dia mengatakan, jika pemerintah pusat maupun daerah lebih jeli dalam melakukan proses verifikasi penerima dana desa, maka tidak mungkin ada kejadian seperti ini. Mengingat program dana desa sendiri sudah berlangsung lama dimulai pada 2015 lalu, namun baru kali ini muncul isu tersebut. (merdeka)
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar membantah adanya ‘desa hantu’. Dia pun bingung dengan adanya kabar desa fiktif yang menyedot anggaran dana desa.
“Harus kita samakan dulu persepsi pemahaman fiktif itu apa. Karena kalau yang dimaksud fiktif itu sesuatu yang nggak ada kemudian dikucuri dana, dan dana nggak bisa dipertanggungjawabkan, itu nggak ada. Karena desanya ada, penduduknya ada, pemerintahan ada, dana dikucurkan iya, pertanggungjawaban ada, pencairan juga ada,” kata Halim di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (8/11/2019) (detik)
Bukan cuma cerita KKN desa Penari yang viral dalam beberapa waktu lalu saja yang menjadi misteri karena cerita mistisnya. Tapi ada istilah baru namanya “desa hantu” ini tak kalah misterius.
Bukan penghuninya yang menjadi hantu melainkan desanya, karena tidak berpenduduk alias fiktif, tapi menerima dana desa.
Dari catatan Kemendagri, setidaknya ada empat desa di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, tiba-tiba santer disebut sebagai desa hantu atau fiktif yang memanfaatkan dana desa dari pemerintah pusat.
Fenomena desa hantu ini menunjukkan bahwa ada kesengajaan penyedotan uang negara secara struktural yang menguntungkan individu maupun korporasi.
Secara nyata korupsi tak hanya terjadi di pusat, namun juga daerah dan bahkan tingkat desa.
Hal tersebut sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap ada proyek besar pemerintah atau aliran-aliran dana besar (seperti dana desa ini) adalah lahan bagi lingkar kekuasaan untuk menciptakan peluang menyedot sebagian anggaran negara untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Pihak ini akan senantiasa mencari-cari cara untuk bisa mengelabuhi dan memanipulasi data demi mendapatkan keuntungan yang besar.
Keuntungan yang akan mengalir memenuhi kantong-kantong pribadi mereka dan kelompoknya.
Masalah ini sejatinya bukanlah masalah teknis yang bisa diatasi dengan perbaikan atau akurasi data dan verifikasi penyalurannya.
Karena ini adalah karakter kuat yang melekat pada birokrasi tanpa ruh taqwa. Pola sikap suatu birokrasi tidak bisa lepas dari sistem yang melingkupinya.
Sistem kapitalisme sekuler yang bercokol di negeri ini telah mempengaruhi setiap orang yang ada di dalamnya menjadi cinta dunia.
Melakukan segala sesuatu berdasarkan asas manfaat dan mendapatkan meteri sebanyak-banyaknya dengan cara apapun. Sungguh birokrasi yang jauh dari taqwa.
Kapitalisme sejati berpangkal pada sekulerisme, jadi biang masalah yang membuat orang rakus akan harta dunia, sekularisme menolak campur tangan agama.
Berbeda dengan sistem Islam yang menuntun siap saja untuk taat. Pemerintah memosisikan diri sebagai pengurus (raain) dan penanggung jawab (masul) rakyat.
Pemerintah memandang rakyatnya secara global, mendetail dan memastikan kondisi riil di lapangan. Sebagai mana sabda Rasulullah Saw,
“Imam (pemimpin) pengurus rakyat dan akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang diurus.”
Maka sudah sepantasnya jika kita segera mengakhiri sistem busuk ini, menggantinya dengan sistem yang akan membawa rahmat untuk semesta alam.
Tiada lain adalah sistem Islam yang akan menerapkan Islam secara Kaffah, dan yang akan membimbing rakyatnya untuk melaksanakan seluruh aturan Allah SWT atas dasar taqwa. Wallahu’alam bishshowwab. (*)
Tinggalkan Balasan