Pemegang Mandat Adat Pancai Pao Tanggapi Wacana Paket MTH-AWH di Pilkada Lutim
MALILI, TEKAPE.co – Wacana paket HM Thorig Husler – Abdul Waris Halid (MTH-AWH) di di Pilkada Luwu Timur (Lutim) 2020, hingga kini masih banyak dibicarakan.
Wacana paket incumben dan adik ketua Golkar Sulsel Nurdin Halid ini menuai kontroversi.
Paket ini ikut dikomentari pemegang mandat adat Pancai Pao, Abidin Arief. Ia meminta agar persoalan calon pemimpin di Luwu Timur sebaiknya tak dikaitkan dengan wija to Luwu atau orang luar atau bukan wija to Luwu.
“Saya ingin meluruskan paradigma berfikir kita. Sebagai warga negara RI yang baik, kita harus memahami tentang peristiwa sejarah di masa lampau dengan proses demokrasi atau proses politik hari ini,” tandasnya.
Abidin menekankan, tak ada istilah wija to Luwu dakam sejarah tana Luwu. Sebab jika istilah itu selalu dikembangkan, maka secara otomatis orang itu mendiskreditkan orang pendatang, serta mengkerdilkan kerajaan Luwu.
“Istilah yang sebenarnya adalah bija to Luwu. Istilah itu tidak semua orang Luwu bisa dapatkan,” tandasnya.
Ia mencontohkan, salah satu contoh adalah seorang pejabat, apakah dia walikota atau bupati yang punya prestasi baik. Maka itulah yang berhak mendapatkan gelar bija to Luwu.
“Falsafah tanah Luwu sangat jelas. Untuk semua yang sudah datang menginjakkan kaki di tanah Luwu. Sudah makan dan minum air di tanah Luwu, maka orag itu sudah menjadi orang Luwu,” jelas Abidin.
Begitu juga tentang sejarah di masa lalu. Kerajaan Luwu di Sulsel bukan kerajaan kecil. Punnya keterkaitan dengan daerah lain, seperti Bone dan Gowa.
“Saya berani berbicara hal ini, dalam kapasitas pemegang mandat adat Pancai Pao. Sebab pancai adalah isi istana yang menjadi salah satu orang dekatnya kedatuan,” katanya.
Menurutnya, berbicara tentang urusan politik, itu urusan suka atau tidak suka. Sebab setiap orang mempunyai pandangan dan kepentingan yang berbeda.
“Jika kita tidak mendukung seseorg dalam pergolakan politik, mungkin sebaiknya kita memilih diam. Ketimbang kita menggiring issu menyesatkan, yang pada akhirnya merugikan keluarga kita sendiri,” ujarnya.
Tentang berdemokrasi yang baik, kata Abidin, tanah Luwu selalu terbuka untuk siapa saja. Sepanjang niatnya baik. Apa lagi jika ingin berbuat baik.
“Seharusnya kita apresiasi. Bukan mencaci maki. Sebab Luwu punya motto yang jelas. Sipakatau sipakaraja sipakalebbi dan sipakainge,” tandasnya. (*)
Tinggalkan Balasan