Suarakan Keresahan ke Bulog, Legislator Sarkawi: Petani Kita Tidak Boleh Berjuang Sendiri
JAKARTA, TEKAPE.co – Ada nada ketegasan sekaligus kepedulian dalam suara komisi II DPRD Luwu Timur, saat berbicara tentang kondisi petani di daerahnya.
Anggota DPRD Luwu Timur, Sarkawi Hamid, melihat angka produksi dan kapasitas teknis bukan sekadar data rapat, tetapi cerita tentang nasib para petani yang selama ini bertahan dalam ketidakpastian harga.
“Setiap musim panen, petani kita kerja keras. Tapi ketika gabah sudah di tangan, justru orang lain yang menentukan harga,” ujarnya, usai menggelar audiensi dengan jajaran Perum Bulog di Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Luwu Timur sesungguhnya bukan daerah yang kekurangan hasil. Dengan luas sawah mencapai 24.000 hektare, setiap musim panen mampu memproduksi sekitar 160.000 ton gabah.
Jika dikonversi, daerah ini sejatinya bisa menghasilkan 80.000 ton beras per musim.
Namun, di balik potensi itu, ada fakta pahit yang membuat Sarkawi merasa harus bersuara.
“Karena keterbatasan penggilingan dan gudang penyimpanan, hanya 30 persen gabah yang bisa dikelola di dalam daerah. Sisanya, sekitar 112.000 ton, keluar ke luar Luwu Timur,” ucapnya.
Bagi Sarkawi, ini bukan sekadar soal perdagangan. Ini soal keadilan bagi petani.
Ia menambahkan, kemampuan gudang Bulog yang hanya dapat menyerap sekitar 7.000 ton membuat petani tidak punya pilihan selain menjual hasil panen ke tengkulak, meski harga yang diberikan sering tidak sesuai dengan standar pemerintah sebesar Rp6.500 per kilogram.
“Bayangkan, petani kerja sejak fajar, mereka beli pupuk mahal, hadapi serangan hama, lalu saat tiba panen, harga justru dimainkan orang lain. Itu yang menyakitkan,” ungkapnya.
Usulan Solusi: Bukan Untuk Pemerintah, Tapi Untuk Petani
Dalam pertemuan bersama Wakil Direktur Utama Perum Bulog, Mayjen TNI (Purn) Marga Taufiq, dan jajaran Bulog pusat, Sarkawi tak hanya membawa proposal teknis, tetapi juga pesan moral.
Usulan yang disampaikan antara lain:
- Pembangunan gudang Bulog kapasitas 10.000–20.000 ton
- Penambahan lima unit penggilingan padi modern dengan dryer 120 ton/jam
Menurutnya, fasilitas pengeringan modern sangat penting karena curah hujan di Luwu Timur tinggi, dan gabah yang tidak dikeringkan cepat kehilangan nilai.
“Kalau gabah basah, harganya jatuh. Petani tidak punya kemampuan mengeringkan secara mandiri. Di situlah negara seharusnya hadir.”
Saat ditanya apa motivasi utamanya, Sarkawi menjawab pelan:
“Saya datang bukan sebagai pejabat yang membawa berkas. Saya datang sebagai perwakilan mereka yang selama ini pasrah terhadap nasib.”
Menurutnya, jika fasilitas ini terwujud, petani Luwu Timur tidak lagi hanya menjadi penghasil, melainkan pengendali atas hasil panennya sendiri.
“Petani tidak meminta bantuan. Mereka hanya ingin hasil jerih payah mereka dihargai,” tutup Sarkawi.
Audiensi ini menjadi langkah awal, namun bagi para petani Luwu Timur, ini bisa menjadi titik balik: dari bertahan hidup, menuju hidup yang lebih layak. (*)



Tinggalkan Balasan