Produksi Nikel PT Vale Tumbuh 4 Persen, Diversifikasi Bisnis dan Efisiensi Dorong Kinerja di Tengah Tekanan Global
JAKARTA, TEKAPE.co — Di tengah gejolak pasar komoditas global dan tekanan biaya yang terus meningkat, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menunjukkan ketahanan operasional dan finansial.
Dalam rilis resminya, 25 November 2025, PT Vale mencatatkan peningkatan produksi nikel matte menjadi 19.391 ton pada kuartal III 2025, naik 4% dibanding kuartal sebelumnya, sebuah sinyal stabilitas yang menjadi fokus pelaku pasar dan analis sektor pertambangan.
Total produksi nikel matte sepanjang Januari–September 2025 kini mencapai 54.975 ton, menempatkan perusahaan berada di jalur yang konsisten menuju target produksi tahunan.
Operasional Stabil, Biaya Turun
Efisiensi biaya menjadi sorotan penting dalam paparannya. Dengan strategi pengadaan yang lebih ketat dan optimalisasi energi, cash cost nikel matte turun 5% dibanding periode sebelumnya.
Pendapatan PT Vale tercatat sebesar US$705 juta, sementara EBITDA berada di level US$166 juta. Laba bersih turut naik 3% menjadi US$52 juta.
CFO PT Vale, Rizky Andhika Putra, menyebut strategi ini penting untuk menjaga daya saing di tengah volatilitas harga nikel.
“Kami tidak bisa bergantung pada harga komoditas. Struktur biaya yang sehat dan sumber pendapatan yang beragam adalah kunci menjaga profitabilitas di pasar yang penuh ketidakpastian,” ujarnya.
Penjualan Bijih Nikel Jadi Motor Baru Pendapatan
Selain produksi nikel matte, perseroan mulai memperluas model bisnis melalui penjualan bijih saprolit. Hingga September 2025, volume penjualan mencapai 896.263 WMT.
Diversifikasi ini dinilai menjadi katalis yang memperkuat margin perusahaan, terutama ketika pasar nikel global mengalami oversupply dari Tiongkok dan negara produsen lainnya.
ESG: Dari Regulasi Menjadi Keunggulan Kompetitif
PT Vale juga mencatat sejumlah pengakuan ESG yang dinilai pasar sebagai faktor pembeda dalam kompetisi global. ESG Risk Rating Sustainalytics perusahaan kini berada di level 23,7, menempatkan PT Vale di posisi Top 15 perusahaan tambang dengan risiko ESG terendah di dunia.
Dengan status ini, analis memperkirakan PT Vale memiliki posisi lebih kuat untuk menarik pembiayaan hijau dan mitra global, terutama dalam rantai pasok kendaraan listrik.
Progres Megaproject US$9 Miliar Jadi Sorotan Investor
Eksekusi proyek-proyek strategis bernilai investasi US$9 miliar menjadi indikator penting bagi para investor. Empat proyek utama menunjukkan progres konstruksi sebagai berikut:
- Pomalaa (Ford–Huayou): Tambang 43,71% – HPAL 33,04%
- Bahodopi (GEI): Tambang 89,7% – HPAL 16,72%
- Sorowako Limonite: 25,37%
- Tanamalia : Studi teknis & pemilihan mitra
Proyek-proyek ini akan memasok nikel kelas 1 rendah karbon, yang sangat dibutuhkan industri baterai EV global.
Chief of Projects, Muhammad Asril, menyebut program ini sebagai bagian dari transformasi jangka panjang perusahaan.
“Kami bergerak menuju struktur bisnis yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Ini bukan lagi ekspansi, ini reposisi strategis.”
Ekspektasi 2026: Fokus Reliability, Biaya, dan Eksekusi
Memasuki 2026, fokus perusahaan mengerucut pada tiga agenda:
- Membangun baseline biaya baru yang lebih kompetitif
- Meningkatkan keandalan operasi di Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa
- Mempercepat penyelesaian proyek tumbuh strategis
Program eksplorasi agresif juga akan dimulai tahun depan untuk menggandakan cadangan hingga 2,5 kali lebih besar.
Sentimen Pasar
Analis pasar menilai laporan PT Vale sebagai sinyal optimisme operasional, meskipun pasar masih berhati-hati terhadap tren global harga nikel yang masih bergerak di level rendah.
Investor akan mencermati dua faktor kunci dalam beberapa kuartal ke depan:
- Kecepatan commissioning proyek HPAL
- Kemampuan menjaga margin di tengah ekspansi besar-besaran
Dengan strategi yang lebih adaptif, diversifikasi pendapatan, dan fondasi ESG yang kuat, PT Vale kini menempatkan dirinya bukan hanya sebagai produsen nikel, tetapi salah satu pemain kunci dalam rantai pasok energi bersih dunia. (*)



Tinggalkan Balasan