Rudapaksa di Bawaslu Wajo: Anggota Dicopot DKPP, Korban Derita Gangguan Mental
WAJO, TEKAPE.co – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Anggota Bawaslu Kabupaten Wajo, Heriyanto, setelah terbukti melakukan kekerasan, pelecehan seksual, hingga rudapaksa terhadap seorang pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di lingkungan sekretariat Bawaslu Wajo.
Heriyanto yang sebelumnya menjabat Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas Bawaslu Wajo, dinyatakan tidak layak menjadi penyelenggara pemilu.
Putusan itu dibacakan dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Ketua Majelis DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, menegaskan bahwa tindakan Heriyanto tidak dapat ditoleransi.
“Menjatuhkan sanksi tidak layak menjadi penyelenggara pemilu kepada teradu H selaku Anggota Bawaslu Kabupaten Wajo terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Ratna Dewi dalam sidang terbuka.
Korban berinisial SH merupakan pegawai PPPK di Bawaslu Wajo.
Dalam persidangan terungkap, rudapaksa tersebut terjadi berulang kali sejak tahun 2023 hingga 2025 di lima tempat dan waktu berbeda.
Anggota Majelis DKPP, Muhammad Tio Aliansyah, mengungkap hasil pemeriksaan medis dari RSUD Lamaddukkelleng yang menunjukkan bahwa korban mengalami gangguan mental akibat peristiwa traumatis.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dari RSUD Lamaddukkelleng, pengadu didiagnosis mengalami gangguan mental akibat peristiwa traumatis,” ungkap Tio.
Kasus ini juga tengah ditangani oleh Polres Wajo, yang masih melakukan pendalaman dan pengumpulan bukti tambahan.
DKPP menilai tindakan Heriyanto tidak hanya melanggar etik, tetapi juga mencoreng nama baik lembaga pengawas pemilu.
Ia disebut menyalahgunakan posisinya sebagai atasan untuk menekan korban.
Anggota Majelis, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menegaskan bahwa Heriyanto bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya secara berulang.
“Perbuatan teradu menyebabkan korban mengalami gangguan mental akibat peristiwa traumatis,” tegas I Dewa.
Perbuatan tersebut dinilai melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf c dan f, Pasal 12 huruf a dan b, serta Pasal 15 huruf a dan d Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Dalam pertimbangannya, DKPP juga menyoroti kelambanan Bawaslu Sulsel yang dinilai tidak cepat mengirim hasil kajian kasus tersebut ke Bawaslu RI.
Keterlambatan itu memberi ruang bagi Heriyanto untuk mengundurkan diri dari jabatannya, yang kemudian disetujui oleh Bawaslu RI.
Namun, I Dewa menegaskan, sanksi etik tetap dijatuhkan meski teradu telah mengundurkan diri.
“DKPP tetap berwenang memutus perkara etik, meskipun yang bersangkutan sudah tidak lagi menjabat,” ujarnya.(*)



Tinggalkan Balasan