Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Wajib Lapor Pajak Demi TPP, Pengamat Nilai Kebijakan Wali Kota Palopo Hanya Ilusi

Pengamat ekonomi, Afrianto. (ist)

PALOPO, TEKAPE.co – Terbitnya Surat Edaran (SE) Wali Kota Palopo Nomor 100.3.4.3/24/UMUM tertanggal 3 Oktober 2025 tentang Ketaatan dalam Pembayaran Pajak dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) bagi ASN lingkup Pemerintah Kota Palopo menuai beragam tanggapan.

Dalam SE tersebut, setiap ASN diwajibkan melaporkan bukti pembayaran pajak kendaraan bermotor, termasuk jika ada tunggakan, sebagai syarat pencairan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

Namun, kebijakan ini dinilai berlebihan oleh pengamat ekonomi, Afrianto yang disspa apri.

BACA JUGA: Pengamat Nilai SE Wali Kota Palopo tentang TPP ASN dan Pajak Kendaraan Melampaui Batas Kewenangan

Ia menilai, dampak fiskal dari kebijakan tersebut tidak akan signifikan.

“Kalaupun ASN palopo sadar bayar pajak kendaraan karena kebijakan ini, nilainya tetap kecil. Jadi pendekatan kebijakannya sebaiknya insentif, bukan paksaan,” tambahnya.

Afrianto mencontohkan, pemberian diskon atau bonus administratif bisa lebih efektif mendorong kepatuhan pajak dibanding menjadikan bukti pembayaran sebagai syarat pencairan TPP.

“Kalau dipaksakan seperti ini, justru salah cara mengintervensi. Ini bukan soal kepatuhan fiskal, tapi soal tata kelola kebijakan publik,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia memperingatkan potensi “race to the bottom” antar daerah jika kebijakan serupa diterapkan secara luas. Daerah akan saling berebut basis pajak kendaraan, tanpa benar-benar meningkatkan kualitas layanan publik.

“Tidak ada peningkatan PAD riil, hanya ilusi fiskal. Yang terjadi hanyalah pergeseran penerimaan antarwilayah,” ungkapnya.

Dari sisi ekonomi mikro, Afrianto juga menilai kebijakan tersebut berpotensi menciptakan distorsi pasar otomotif lokal. ASN bisa menunda pembelian kendaraan baru atau memilih kendaraan bekas dengan nomor daerah Palopo, yang justru menekan aktivitas ekonomi riil.

“Akibatnya, permintaan kendaraan turun, omzet dealer berkurang, dan pajak progresif lain seperti PPN dan PPh juga ikut menurun,” jelasnya.

Menurutnya, kebijakan ini justru menimbulkan tiga dampak utama:
ASN mengalami penurunan kesejahteraan karena beban tambahan.

PAD daerah lain ikut menurun akibat pergeseran pendapatan antarwilayah.

Tidak ada peningkatan basis pajak riil, hanya pemindahan administratif semata.

“Secara ekonomi, elastisitas pendapatan dari kebijakan ini mendekati nol, sehingga tidak memberi kontribusi nyata terhadap pertumbuhan PAD berkelanjutan,” tutup Afrianto. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini