Makan Siang Gratis Untuk Generasi Atau Demi Keuntungan Korporasi?
Oleh: Dewi Balkis Uswatun Hasanah, S.Pd dan Nurmila Sari, S.Pd
SETELAH drama berliku dan berkelok terkait program makan siang gratis untuk anak sekolah oleh pasangan presiden dan wapres terpilih yang menunggangi isu problem stunting akhirnya berujung pada rencana mengganti susu sapi dengan susu ikan sebagai salahsatu menu yang akan dihidangkan untuk anak-anak.
Dikutip dari laman kompas.com (10-9-24), Burhanuddin Abdullah sebagai Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengungkapkan bahwa, sudah ada pihak yang menawarkan untuk mengganti susu sapi dengan susu ikan.
Terkait hal ini, Mentri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki membeberkan bahwa pihaknya bersama Kementerian Kelautan sudah melakukan pembinaan dengan industri yang memproduksi susu ikan serta mendorong peningkatan produktivitas industri tersebut.
Terkait kebijakan penggunaan susu ikan sebagai pengganti susu sapi, memunculkan perbincangan hangat di tengah masyarakat. Hal ini dikarenakan, susu ikan merupakan susu analog hasil dari Hidrolisat Protein Ikan (HPI) yang diolah dan disajikan sehingga menyerupai susu. Kepala Divisi Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi, Fakultas Peternakan IPB University Epi Taufik mengatakan proses hidrolisis enzim protein ikan tentu membutuhkan biaya yang besar, memiliki proses panjang, serta mutu pemanasan bersuhu tinggi untuk menghasilkan bubuk HPI.
Adanya proses pemanasan yang panjang pada proses pembuatan susu ikan tentu akan mengakibatkan pengurangan kandungan vitamin dan nutrisi pada ikan sehingga lebih baik mengonsumsi ikan utuh atau ikan olahan. Selain harganya terjangkau, ikan utuh juga memenuhi makan bergizi untuk anak.
Tujuan dari program ini tentu sangat baik, tetapi jangan sampai salah langkah dalam memperbaiki kualitas gizi generasi. Ekspektasi mengonsumsi makanan sehat dan bergizi, tetapi realitanya generasi malah mengonsumsi makanan yang membahayakan kesehatan.
Jika dilihat dari sisi kesehatan susu ikan merupakan produk makanan yang terkategori ultra process food. Jika makanan yang disajikan ke generasi banyak berkurang kandungan gizinya, akan muncul berbagai jenis penyakit, seperti gula darah, obesitas, diabetes, jantung, dan masalah kesehatan lainnya.
Sejumlah ahli gizi dan praktisi kesehatan juga angkat bicara mengenai hal ini, salah satunya adalah dokter Ngabila Salama, seorang praktisi kesehatan masyarakat menekankan pentingnya mengonsumsi sumber protein hewani dalam bentuk aslinya, terutama ikan.
Hal ini dikarenakan, ikan merupakan salah satu sumber protein yang kaya akan nutrisi penting seperti asam lemak omega-3, yang berperan dalam menjaga kesehatan jantung dan otak. Sehingga, jika kita mengolah ikan menjadi produk lain, seperti susu, bisa mengurangi manfaat langsung dari ikan tersebut.
SOLUTIFKAH?
Sebenarnya, jika dilihat secara mendalam kasus rendahnya angka kecukupan gizi di masyarakat disebabkan oleh tingkat kesejahteraan atau perekonomian masyarakat yang jauh dari kata sejahtera. Mereka tentu ingin mengonsumsi makanan yang dapat membuat mereka lebih bergizi, tetapi untuk mendapatkan makanan tersebut butuh biaya, nah jika sumber pendapatan masyarakat kurang, maka alih-alih ingin memenuhi kecukupan gizi “4 sehat 5 sempurna” untuk memikirkan hari esok masi makan nasi dan garam saja belum tentu bisa terpenuhi, upaya sosialisasi terkait pemenuhan gizi terus digenjotkan tetapi upaya untuk mendapatkan makanan bergizi tersebut jauh dari kata standarisasi.
Harga terus melambung tinggi sedangkan pemasukan masyarakat yang rendah, sehingga ini menjadi penghambat terbesar masyarakat dalam memenuhi kecukupan gizi yang ada pada dirinya. Berharap pada pemerintah itupun kalau merata pembagiannya.
Adanya kebijakan program susu ikan, mengeklaim juga akan membantu petani pangan lokal untuk meningkatkan ketahanan pangan. Namun, sudah menjadi isu lama, bahwa sarana produksi pertanian yang dimiliki petani lokal masih jauh dari standar. Kekurangan modal dan kecanggihan alat (pertanian-perikanan) selalunya menjadikan kualitas produk lokal lebih rendah daripada produk milik korporasi.
Jika dilihat secara spesifik, terkait program mengganti susu sapi dengan susu ikan secara tidak langsung membuka peluang besar bagi korporasi pangan dari luar negeri untuk melakukan penanaman modal demi meraup keuntungan se besar-besarnya di Indonesia.
Karena saat ini tidak banyak industri dalam negeri yang memproduksi bubuk HPI (susu ikan) sehingga yang terjadi, petani lokal justru kalah bersaing dengan produsen pemilik modal besar (korporasi) dalam menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih murah harganya.
Sehingga, otomatis untuk produksi pangan yang dikelola demi kelancaran program, tentu pembuatan pasti mempertimbangkan memilih produk pangandari luar dengan kualitas baik dan harga terjangkau. Sehingga, ini bukan lagi tujuannya untuk memperbaiki gizi generasi dan petani lokal tetapi justru lebih ke para korporasi yang meraih banyak unsur keuntungan.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kebijakan dari sistem demokrasi saat ini masih belum terlalu serius dalam memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat. Sebab, katanya untuk memperbaiki gizi generasi, tetapi karena pengolahan susu ikan yg panjang akhirnya berkuranglah kandungan baik di dalamnya.
Katanya untuk petani lokal, tetapi justru lebih menguntungkan para korporasi. Hari ini bilang gratis, tetapi besok tidak ada yang tau. Hari ini janji manis besok menjadi Jambu.
SOLUSI
Pemimpin di dalam Islam tidak asal janji, tidak otoriter apalagi diktator, juga tidak lemah. Namun, ia pengurus (pemelihara) yang bertanggung jawab atas siapa pun yang dipimpinnya berlandaskan Islam. Sebagaimana hadits Rasulullah saw., “Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Dalam Islam, kepemimpinan dipahami sebagai tanggung jawab dunia dan akhirat. Artinya, seorang penguasa atau pemimpin di dunia bertanggung jawab atas nasib rakyatnya. Ia wajib menjaga agama rakyatnya agar tetap dalam tauhid dan ketakwaan kepada Allah Taala.
Ia juga wajib memelihara agar urusan sandang, pangan, dan papan rakyatnya bisa tercukupi. Demikian juga kebutuhan wajib mereka, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, semuanya harus terjaga.
Para pemimpin dalam sistem Islam juga paham bahwa tanggung jawab mengurus urusan rakyat ini akan dimintai pertanggungjawaban hingga ke akhirat. Rasulullah saw. menegaskan dalam sebuah riwayat hadis: “Tidaklah seorang manusia yang diamanati Allah Swt. untuk mengurus urusan rakyat, lalu mati dalam keadaan ia menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga baginya.”
Dalam sistem Islam, setiap individu rakyat (baik muslim dan non muslim) berhak mendapatkan pelayanan yang terbaik, terutama pemberian makanan bergizi. Negara bertanggung jawab penuh dalam setiap pemenuhan kebutuhan ummat yang dipimpinnya, sehingga tidak ada lagi di salah satu wilayah memiliki potensi gizi yang buruk.
Sebab, makanan bergizi adalah hal yang vital, wajib di penuhi oleh negara. Dan sebuah dosa besar jika ada ummat yang tidak terpenuhi segala hak-haknya, seperti sandang, papan dan pangan. Di dalam sistem Islam memiliki seorang pemimpin yang amanah, dipercaya, setia pada janjinya, memberikan pelayanan terbaik.
Sebagaimana pada ada masa kejayaan Islam yakni era Kekhalifahan Utsmaniyah, layanan makan bergizi gratis sudah diterapkan dalam bentuk pendirian imaret (dapur umum) berbasis wakaf yang telah dibangun sejak abad ke-14 sampai abad ke-19.
Imaret pertama kali didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan. Seluruh imaret diminta untuk menyiapkan makanan untuk didistribusikan secara gratis kepada masyarakat dari berbagai latar belakang.
Dilain itu, negara bersistem Islam akan melahirkan SDM bermutu dan berkualitas, baik dari segi kinerja, intelektual dan aqidah. Negara bersistem Islam juga mandiri dalam mengelola SDA dan tidak membiarkan pihak korporasi atau asing mengambil alih secara utuh, negara Islam tidak hidup dibawa dikte dan telunjuk pihak asing.
Sehingga, negara akan menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup luas untuk masyarakat, tidak ada lagi satupun yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan terkait harga barang akan distabilkan, tidak dibiarkan melambung tinggi yang membuat sesak kehidupan masyarakat.
Namun, semua kenikmatan itu hanya akan terwujud dalam bingkai negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna.
Wallahualam bissawab
Tinggalkan Balasan