OPINI: Banjir Tak Kunjung Usai, Buah Sistem Kapitalisme
Oleh: Nurmila Sari, S.Pd
Indonesia adalah sebuah negara dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pergantian kedua musim ini terjadi sebagai pengaruh dari letak geografis yang membuat Indonesia mendapat dua jenis angin muson, yaitu angin muson barat dan angin muson timur.
Angin muson barat yang bersifat basah membuat Indonesia dilanda musim hujan pada Oktober sampai April. Sementara angin muson timur yang bersifat kering membuat Indonesia dilanda musim kemarau pada April sampai Oktober. (cnnIndonesia.com, 10/03/24)
Akibat letak geografis ini, tak jarang beberapa wilayah di Indonesia menjadi langganan banjir. Sebagaimana dilansir dari laman (Kompas.id, 19/02/24), bahwa banjir kembali merendam Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, sejak Jumat (9/2/2024) berangsur surut pada Senin (19/2/2024).
Akibat musibah tersebut, sebanyak 45 desa di delapan kecamatan di Demak dilanda banjir disebabkan jebolnya belasan tanggul sungai dan saluran air tersier, Kamis, 8/2/24.
Dari belasan tanggul yang jebol, dua di antaranya memiliki panjang jebolan paling parah, yakni 25 meter dan 34 meter. Dua titik tanggul yang jebol parah tersebut berada di Sungai Wulan yang masuk wilayah Kecamatan Karanganyar.
Bencana itu membuat permukiman yang dihuni sekitar 84.000 jiwa terendam air dengan ketinggian mencapai 4 meter. Kondisi itu memaksa lebih dari 20.000 jiwa mengungsi ke ratusan titik pengungsian di Demak dan Kudus. Jalan pantura Demak-Kudus dan sebaliknya pun tak luput dari dampak banjir. Akibatnya, jalur itu lumpuh, tak bisa dilalui selama lebih dari 10 hari.
Ulah Tangan Manusia
Selain letak kondisi geografis, faktor lain yang menyebabkan Indonesia menjadi langganan banjir adalah ulah tangan-tangan jahil manusia. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
[QS. Ar-Rum 30: Ayat 41]
Dari ayat tersebut telah cukup mendeskripsikan bagaimana kondisi negeri kita. Betapa tidak, akibat ulah keserakahan tangan manusia berbagai macam musibah seperti banjir tidak mau beranjak dari negeri ini.
Ketika para kapitalis mencengkram negeri ini segala sesuatunya dibabat habis, termasuk hutan-hutan yang menjadi tempat resapan air. Begitupula di perkotaan untuk bisa menghasilkan profit sebesar-besarnya pembangunan terus digenjotkan.
Akibatnya memberikan dampak negatif bagi masyarakat, sebab mengabaikan satu fundamental alam, yakni keberlanjutan lingkungan. Padahal sudah sangat jelas Allah Swt menerangkan di dalam ayat suci Al-Qur’an tentang pentingnya merawat bumi dan tidak membuat kerusakan di dalamnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَ رْضِ بَعْدَ اِصْلَا حِهَا وَا دْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًا ۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.
[QS. Al-A’raf 7: Ayat 56]
Kerusakan yang dibuat tangan manusia semisal deforestasi atau penyusutan hutan alam adalah penyebab krisis iklim, di samping penggunaan energi fosil untuk industrialisasi.
Dimana pada industrialisasi dan pembangunan kota atau wilayah yang tidak memperhatikan aspek lingkungan memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan. Terutama di daerah pegunungan, ketika pohon dibabat habis untuk membuka lahan perkebunan, perindustrian atau bahkan pertambangan, tentu hal ini mengakibatkan rusaknya ekosistem alam serta daya resapan air di bagian hulu berkurang, sehingga masyarakat yang tinggal di dataran rendah dan juga daerah hilir merasakan dampak yang sangat besar.
Sehingga, terjawab bahwa latar belakang penyebab banjir bukan hanya faktor alam tetapi juga fakto ulah tangan manusia, terutama kepentingan kapitalis yang mendominasi kebijakan alih fungsi kawasan tanpa memperhatikan faktor hubungan timbal balik antara makhluk yang hidup di lingkungan tersebut.
Allah Swt menurunkan hujannya sebagai rahmat bagi alam semesta, dan jika manusia merawat alam itu dengan menjaga keseimbangannya tentu kebaikan akan menghampiri, namun jika manusia terjebak dalam jurang materialistik tanpa memperhatikan keseimbangan alam maka bencana akan silih berganti datang menghampiri. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَهُوَ الَّذِيْ يُرْسِلُ الرِّيٰحَ بُشْرًاۢ بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهٖ ۗ حَتّٰۤى اِذَاۤ اَقَلَّتْ سَحَا بًا ثِقَا لًا سُقْنٰهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَاَ نْزَلْنَا بِهِ الْمَآءَ فَاَ خْرَجْنَا بِهٖ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ ۗ كَذٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتٰى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.
[QS. Al-A’raf 7: Ayat 57]
Islam Sebagai Solusi
Islam hadir dimuka bumi ini tentu tidak hanya sebagai agama ritual belaka. Tetapi, Islam hadir sebagai sistem kehidupan yang mampu memecahkan berbagai problema kehidupan masyarakat.
Termasuk dalam hal pengelolaan lahan dan pembangunan di daerah-daerah tertentu harus selalu menjaga keseimbangan lingkungan tanpa merusak ekosistem alam, sebab Islam adalah agama yang rahmatan lil’alamina artinya bukan hanya untuk manusia tetapi rahmat untuk seluruh alam.
Tentu semua musibah yang terjadi harus disikapi dengan bijak oleh seorang Muslim. Orang yang berakal tentu akan mengambil sikap dan bermuhasabah terkait kerusakan yang terjadi. Sebab, dengan bermuhasabah seseorang bisa mengukur sejauh mana ketaatannya pada perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya.
Karena itu, satu-satunya solusi untuk mengakhiri penderitaan ini adalah dengan kembali kepada Zat Pencipta alam semesta ini dengan cara berhukum dengan aturan Allah Swt, dan menerapkan syariat Islam secara Kaffah dalam semua lini kehidupan (pemerintahan, politik, hukum, ekonomi, pendidikan dan sosial).
Bentuk ketundukan pada sang Pencipta tentu akan mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi, bukan musibah yang terus menghantui setiap saat. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
[QS. Al-A’raf 7: Ayat 96]
Wallahu’alam bishawab.
Tinggalkan Balasan