Satu Calon Komisioner KPU Kota Palopo Lolos di Bawaslu, Proses Rektuitmen Disorot
PALOPO, TEKAPE.co – Mantan Ketua KPU Kota Palopo, Syafruddin Djalal SH menyoroti rekrutmen Calon Komisioner KPU Kota Palopo.
Pasalnya, seorang calon Komisioner KPU Palopo yang masuk 10 besar, lolos dan telah dilantik sebagai anggota Bawaslu Kota Palopo.
Menurut Djalal, hal sebuah kelalaian dalam proses rekrutmen, dan berpotensi terjadi pelanggaraan kode etik oleh salah seorang komisioner Bawaslu Kota Palopo, jika hal ini tidak dibenahi sesegera mungkin.
“Rektuitmen Calon Anggota KPU Palopo, menurut pandangan saya telah terjadi kelalaian dalam proses rekrutmen dan berpotensi terjadi pelanggaraan kode etik oleh salah seorang komisioner Bawaslu Kota Palopo, jika hal ini tidak dibenahi sesegera mungkin,” katanya, dalam keterangan tertulisnya kepada Tekape.co, Kamis 7 September 2023.
Djalal mengaku percaya bahwa ini terjadi tanpa kesengajaan. Sehingga perlu dibenahi segera.
“Karena itu, saya katakan kelalaian. Apalagi faktanya, tim seleksi memiliki rekam jejak yang baik, saya mengenal mereka,” jelas Djalal, yang juga mantan Ketua Panwaslu Palopo ini.
Diketahui, salah seorang dari 10 calon komisioner KPU Palopo, ada yang telah dinyatakan lolos sebagai komisioner Bawaslu Palopo, yakni Asbudi Dwi Saputra.
Itu artinya, kini tersisa 9 calon Komisioner KPU Kota Palopo. Sementara dalam pasal 33 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017, memerintahkan kepada Tim Seleksi untuk menyodorkan nama calon sebanyak 2 kali dari komisioner yang akan diganti.
Sementara untuk Kota Palopo, calon wajib berjumlah 10 calon. Karena lima orang yang akan diterima.
Memang, kata Djalal, tidak terdapat kata wajib, tetapi jika dicermati secara saksama undang-undang ini, maka kata ini merupakan anasir yang bersifat konstitutif.
“Artinya dianggap selalu ada. Oleh karena itu, KPU pusat atau tim seleksi wajib mencari salah seorang peserta yang tidak lolos 10 besar untuk memenuhi perintah undang-undang,” kata pengacara senior di Palopo ini.
Manfaat praktis pemenuhan kewajiban tadi, jelas Djalal, untuk mengantisipasi, kalau ke-5 komisioner oleh proses apapun nanti dinyatakan tidak dapat menjalankan tugas sebagai komisioner KPU Kota Palopo.
“Jadi, bukan mustahil hal ini dapat terjadi. Banyak contoh terjadi pemberhentian penyelenggara Pemilu secara keseluruhan di suatu daerah,” tandas Djalal.
Dikatakan Djalal, calon anggota KPU Palopo tersisa 9 orang. Sebab satu orang telah dilantik sebagai komisioner Bawaslu Kota Palopo. Menurut hukum, moral, dan etik, satu orang ini tidak lagi memenuhi syarat menjadi calon anggota KPU Palopo.
Sebab seorang penyelenggara Pemilu, harus bekerja penuh waktu sesuai syarat yang terdapat dalam pasal 21 ayat (1) huruf (m), maksudnya tidak boleh menjalankan profesi lain. Apalagi jabatan di KPU dan Bawaslu dalam seluruh tingkatan adalah menjalankan fungsi pemerintahan.
“Karena itu, menurut pasal tadi dalam huruf (n) tidak boleh dirangkap,” jelas Djalal.
Djalal mengatakan, mungkin saja ada terbersit niat akan mengundurkan diri sebagai komisioner Bawaslu Kota Palopo jika di kemudian hari, ia dinyatakan lolos sebagai salah seorang dari 5 anggota KPU Palopo. Ketika niat itu dijalankan, maka pada saat itu terjadi pelanggaran kode etik. Dengan alasan, karena ia lebih mementingkan kepentingan pribadi, padahal sumpah jabatan penyelenggara Pemilu kurang lebih menyatakan: “Lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan umum.”
Selain itu, pikiran atau niat seperti itu seakan membandingkan bahwa menjadi komisioner KPU lebih baik daripada komisioner Bawaslu. Padahal kedua lembaga ini berkedudukan sama dan setara.
“Lain hal jika ia dinyatakan komisioner Bawaslu Sulsel karena PAW, ini dapat diterima oleh hukum dan moral, karena berkenaan peningkatan tugas. Bukan lari dari tugas,” jelasnya.
Djalal juga mengimbau kepada KPU Provinsi dan Pusat serta Tim Seleksi, untuk memilih lagi salah seorang peserta untuk mencukupi kuota 10 calon komisioner KPU Kota Palopo, dalam waktu sesegera mungkin.
Hal itu untuk memenuhi perintah undang-undang dan mencegah terjadi pelanggaran kode etik.
“Sekali lagi, hal yang saya sampaikan ini bermula dari niat untuk membangun supporting system bagi terselenggaranya Pemilu damai dan berkualitas di Kota Palopo,” pungkasnya.
Djalal menjelaskan, setiap warga Kota Palopo atau mereka yang miliki hubungan emosional dengan kota ini, wajib secara moral untuk mendorong terciptanya Pemilu damai.
Menurutnya, memang visi itu menjadi tanggung jawab penyelenggara (KPU dan Bawaslu) tetapi, kedua lembaga ini masih membutuhkan dukungan (supporting system) dari luar bagi terlaksananya visi tadi. (rindu)
Tinggalkan Balasan