27 Laporan Kasus Seksual di Palopo Sepanjang 2021, Polisi Didesak Serius Lakukan Penindakan
PALOPO, TEKAPE.co — Sepanjang tahun 2021, sedikitnya ada 27 laporan terkait kasus seksual, yang meliputi kekerasan seksual, pelecehan, dan pemerkosaan.
Kasat Reskrim, AKP Andi Aris Abubakar, mengatakan, sepanjang tahun 2021, sebanyak 21 kasus kekerasan seksual, 3 kasus pelecehan seksual, dan 3 kasus laporan pemerkosaan yang terjadi di Kota Palopo.
Dari 3 laporan pemerkosaan di 2021 ini, satu kasus selesai, satu masih lidik, satu sudah penyidikan, dan satu kasus dihentikan penyidikan karena damai atau A2.
Selanjutnya kasus kekerasan seksual ada 21 laporan, 19 kasus selesai, 1 dalam Lidik, satu Sidik, 12 P21, 6 RJ, serta satu henti sidik atau A2.
Sementara pelecehan seksual ada 3 laporan. Dengan rincian satu selesai, dua masih dalam lidik, dan satu telah P21.
Melihat maraknya kasus seksual di Palopo, yang beberapa kasus, polisi dinilai cenderung tidak serius, membuat mahasiswa dan aktivis pemerhati perempuan beberapa kali turun ke jalan.
Puluhan Mahasiswa dan Aktivis yang tergabung dalam Front Anti Kekerasan Seksual Menggugat (Frontal Menggugat) melakukan aksi unjuk rasa di beberapa titik di Kota Palopo.
Para pengunjukrasa meneriakkan kasus kekerasan seksual yang jumlahnya cukup besar di Kota Palopo akhir – akhir ini, terutama kasus kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Andi Djemma (Unanda) Palopo.
Slogan ‘percuma lapor polisi’ pun menggema di depan Mapolres Palopo.
Selain di Polres Palopo, Frontal Menggugat melakukan aksi di DPRD dan juga seputaran Kantor Walikota Palopo.
“Kita berharap ada ruang aman bagi perempuan untuk beraktifitas, baik di ranah publik dan privat,” ujar Jendral Lapangan (Jendlap), Nurhayati.
Jendlap yang akrab disapa Nunu, juga berharap, terduga pelaku kekerasan seksual di salah satu kampus ternama itu, ditangkap dan ditahan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
“Karena kalau masih dibiarkan bebas berkeliaran, apakah ada jaminan terduga pelaku tidak akan mengulangi hal yang sama,” tandasnya.
Dalam aksi unjukrasa itu, pendemo membawa poster bertuliskan “Tangkap Predator Seksual, Perempuan dan Anak Aman” dan juga “Percuma Lapor Polisi.”
Tak hanya itu, keranda pun tak ketinggalan diiringi dengan tarian Ma’ Badong. Sebuah tarian yang digunakan untuk upacara kematian, sebagai simbol matinya keadilan di Kota Palopo.
“Sudah dua kali gelar perkara, status tidak jelas, dan pelaku masih bebas berkeliaran,” ungkap aktivis, Yertin Ratu dalam orasinya.
Yertin berharap, agar Irwasda dan Irwasum Polri memeriksa penyelesaian kasus kekerasan dan pelecehan seksual, yang dilaporkan, maupun diadukan oleh warga Kota Palopo. (rin)
Tinggalkan Balasan