Warga Lengkong Mulai Keluhkan Polusi Bau dan Kebisingan Diduga dari Pabrik Smelter PT BMS
LUWU, TEKAPE.co – Sejumlah warga Desa Lengkong, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, mengeluhkan adanya dampak yang diduga berasal dari aktivitas pabrik smelter nikel milik PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS). Masyarakat mengaku terganggu oleh Uap menyerupai Asap, debu, bau menyengat, serta suara mesin produksi dari area industri tersebut.
Masyarakat meminta agar perusahaan tidak abai terhadap kewajiban pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Tokoh masyarakat Desa Lengkong, Masrianto, mengatakan warga mulai mencium bau yang diduga berasal dari pabrik smelter. Selain bau, warga juga melihat kepulan asap uap dari area pabrik serta mendengar suara mesin produksi yang cukup mengganggu.
“Kami tidak menolak Investasi, Ini hanya persoalan kesehatan. Hari ini kami sudah melihat asap atau uap dari perusahaan, debu, mencium bau, serta kebisingan pabrik. Bahkan ada masyarakat sampaikan ke saya kalau mencium bau itu kepalanya terasa pusing. Kami juga mempertanyakan bagaimana pengelolaan limbah dari hasil produksi,” kata Masrianto, Minggu, 9 November 2025.
Ia menjelaskan, gangguan lingkungan mulai dirasakan sejak pabrik pertama (Pabrik I) beroperasi. Masrianto khawatir dampaknya akan semakin parah bila Pabrik II ikut berproduksi, apalagi perusahaan berencana membangun hingga 14 tungku.
“Ini baru Pabrik I yang mulai produksi, dampaknya sudah terasa. Bagaimana nanti kalau semua beroperasi? Bagaimana dampak lingkungan yang bisa dirasakan masyarakat sekitar?” ujarnya.
Lebih jauh, Masrianto menilai pengelolaan produksi smelter seharusnya sejalan dengan pernyataan Jusuf Kalla (JK) yang menyebut proyek tersebut mengusung konsep ramah lingkungan.
“Lagipula sejak pembangunan smelter ini, Pak Jusuf Kalla pernah mengeluarkan pernyataan bahwa smelter ini paling green energy. Prosesnya juga green energy, di sini orang tidak akan melihat cerobong asap. Jadi ini satu-satunya di Indonesia yang paling green energy,” tuturnya.
Masrianto yang akrab disapa Anto ini, mendesak Pemerintah Daerah dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk turun langsung memeriksa kondisi di lapangan.
“DLH harus turun langsung, jangan hanya menerima laporan. Harus ada pengukuran ambang batas, kadar debu, bau yang ditimbulkan, tingkat kebisingan, serta memastikan perusahaan menjalankan kewajiban AMDAL secara benar,” ujarnya.
Warga meminta perusahaan memperhatikan dampak lingkungan terhadap masyarakat sekitar. Persoalan ini, kata mereka, berkaitan langsung dengan kesehatan publik.
Selain soal polusi, warga juga menyoroti kurangnya transparansi perusahaan terkait dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menjadi dasar izin operasi pabrik. Mereka mengaku belum pernah mendapatkan sosialisasi atau informasi terbaru mengenai hal itu.
Padahal, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perusahaan dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha jika terbukti melanggar baku mutu lingkungan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Bumi Mineral Sulawesi belum memberikan tanggapan resmi atas keluhan masyarakat Desa Lengkong. (*)



Tinggalkan Balasan