Sumur ‘Raja’ Mattirowalie: Dulu Disakralkan, Kini Nyaris Dilupakan
PALOPO, TEKAPE.co – Salah satu situs peninggalan Kerajaan Luwu nyaris terlupakan zaman. Untungnya, sekelompok masyarakat, bersama instansi terkait, bergerak memelihara situs bersejarah itu.
Salah satu situs peninggalan Kerajaan Luwu yang sempat terabaikan itu adalah Sumur Mattirowalie, di Kota Palopo, Sulsel.
Sumur itu adalah salah satu tempat sakral, yang menjadi titik pertama prosesi pengukuhan Raja Luwu di masa lalu.
Raja atau Datu Luwu memulai prosesi pengukuhannya menjadi ‘Pajung Luwu’ di sumur sakral itu. Gelar ‘Pajung‘ atau payung adalah gelar tertinggi bagi seorang raja di Kedatuan Luwu. Karena tidak semua Datu atau Raja, bergelar Pajung.
Kini, Sumur itu berada di kompleks perumahan Anggrek, yang berada di jantung Kota Palopo. Hanya berjarak ratusan meter dari Kantor Wali Kota Palopo. Tepatnya di BTN Anggrek, samping Blok DD/25.
Perumahan itu banyak ditempati pejabat tinggi Pemkot Palopo. Beberapa mantan Sekda Palopo dan Kepala OPD, tinggal di perumahan itu.
Meski berada di jantung kota, sumur sakral itu nyaris terlupakan. Sebelum dibersihkan, Minggu 22 Agustus 2021, sumur itu terselimuti reremputan liar nan hijau. Di sana hanya terdapat tugu, sebagai penanda.
Bagi yang tak pernah dengar kisahnya, atau tak kenal sejarah, tempat itu tak ubahkan lokasi kosong yang tak bermakna.
Untungnya, masyarakat peduli sejarah, bergerak membersihkan. Gerakan bersih-bersih situs sejarah itu dari beberapa kalangan.
Ada dari Dinas Kebudayaan yang dipimpin langsung Sekdis H Andi Adnan Baso Urung SPd MM. Kemudian dari Roemah Simpoel, Kejaksaan, Anak Muda Peduli Anggrek, dan Lurah setempat, ikut kerja bakti membersihkan situs sejarah itu.
Sekretaris Kebudayaan Kota Palopo, H Andi Adnan Baso Urung SPd MM, kepada Tekape.co, menjelaskan, sumur itu merupakan salah satu cagar budaya. Tempat mandi Datu Luwu dalam rangkaian prosesi pelantikan/pengukuhan Datu menjadi Pajung.
“Menurut sepengetahuan saya, sumur itu tempat dimandikan Raja atau Datu sebelum pelantikan menjadi Pajung, baru berjalan ke Tana Bangkala (yang kini ada di kantor pengadilan negeri, red) terus ke SalekoE, yang sekarang di halaman Kantor Walikota (ralat, bukan di Istana),” jelas Opu Pata, sapaan akrab Andi Adnan.
Opu Pata, yang juga Sekretaris Kedatuan Luwu itu menjelaskan, dinamakan ‘mattiriwalie‘ karena dulu ada menara di situ, tempatnya orang bisa mattiro atau melihat bebas ke semua penjuru.
“Kami ucapkan terima kasih kepada atas kepedulian bersama untuk bergerak. Karena ini memang tugas bersama. Pemerintah juga butuh support masyarakat,” ucapnya.
Sementara itu, Kajari Palopo, Agus Riyanto, mengapresiasi seluruh kalangan yang bergerak melakukan kerja bakti di salah satu aset Kedatuan Luwu, sebagai wujud nyata perhatian mereka agar situs tersebut tetap terpihara dan terjaga kelestariannya. (*)
Tinggalkan Balasan