OPINI: Wacana Radikalisme di Wilayah Macan Asia
Oleh : Ambar Wati
(Aktivis Mahasiswi Palopo)
KEMENTERIAN AGAMA (Kemenag) kembali menggelar Pentas Keterampilan dan Seni Pendidikan Agama Islam (Pentas PAI) Tingkat Nasional. Gelaran ke-9 ini berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan, tahun lalu.
Sejumlah penampilan seni dan drama bertema Keberagamaan Generasi Milenial yang Moderat sudah disiapkan.
Gairah keagamaan remaja harus disalurkan sesuai dengan proporsi dan tahapan usianya dengan aktifitas yang membawa kebaikan (maslahah) bukan aktifitas yang mendatangkan banyak kerusakan (mafsadat).
Radikalisme di kalangan generasi Z menurut survei mencapai 38 persen. Kita harus melakukan sesuatu untuk meredamnya, kata direktur pendidikan Agama Islam Kemenag Rohmat Mulyana pada jumpa pers di kantornya
Direktur Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag Rohmat Mulyana, mengatakan, Generasi Z disasar karena mudah terpapar radikalisme melalui internet terlebih pada era teknologi informasi saat ini. Hoaks dan radikalisme di kalangan remaja menjadi fenomena yang cukup meresahkan.
Pada era digital, lanjut Rohmat Mulyana, generasi muda telah menjadi target penyebaran radikalisme dan menjadi ajang penyemaian berita bohong. Anak-anak sekolah berusia remaja adalah pengguna internet dan media sosial dengan intensitas tinggi.
Hal ini membuat mereka rentan dengan doktrinasi berselubung agama” katanya. Di sisi lain, dia mengatakan terdapat kegiatan kerohanian Islam (rohis) di sekolah yang pada beberapa kasus malah menjadi pintu masuk radikalisme dan pemahaman agama sempit.
Menurut dia, aktivitas dalam perhelatan itu memotivasi remaja dalam mencintai dan mempelajari ajaran agama Islam. (Kalteng.antaranews.com)
“Gairah keagamaan remaja harus disalurkan sesuai dengan proporsi dan tahapan usianya dengan aktivitas yang membawa kebaikan (maslahah) bukan aktivitas yang mendatangkan banyak kerusakan (mafsadat),” ujar Rohmat.
Jika gairah keagamaan remaja harus di salurkan sesuai dengan proporsi dan tahapan usianya, harusnya pemerintah lebih membantu mereka dalam mengenal agamanya dengan menfasilitasi atau mengenalkan mereka pada sejarah peradaban islam, bukan hanya sekdedar pada rukun iman ataupun islam yang ada pada buku panduan belajar siswa/siswi yang ada di Indonesia.
Pada era digital, lanjut dia, generasi muda telah menjadi target penyebaran radikalisme dan menjadi ajang penyemaian berita bohong. Anak-anak sekolah berusia remaja adalah pengguna internet dan media sosial dengan intensitas tinggi.
Jika era digital telah menjadi target penyebaran radikalisme dan menjadi ajang penyemaian berita bohong, harusnya pemerintah lebih menelaah atau mencari tahu radikalisme apa yang menjadi ajang penyamaian berita bohong.
Dalam kasus era digital harusnya pemerintah lebih fokus menghilangkan situs pornografi dan porno aksi yang beredar di internet, itu akan menghambat motorik dalam kefokusan siswa dalam menuntut ilmu.
Pemerintah dalam membantu meningkatkan nilai belajar anak, harusnya membentuk mereka dengan pribadi menjunjung tinggi nilai agama yang terkandung dalam syariat islam, bukan membentuk mereka pada sifat individualis.
Faktanya pada sistem sekarang pembentukan diri pada sifat individualis pada diri siswa/siswi hanya akan membentuk mereka pada pribadi yang mengenalkan mereka pada sifat materi yang berpotensi menjauhkan mereka dari aturan syariata islam.
Sepanjang penerapannya, Islam telah menjelma menjadi satu-satunya sistem yang mampu melahirkan generasi cerdas nan beradab. Islam memprioritaskan pendidikan sebagai modal awal membangun sebuah peradaban.
Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam; (2) Menguasai pemikiran Islam dengan andal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/Iptek); (4) Memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna.
Semua itu tidak bisa dilakukan tanpa peran negara. Negaralah penyelenggara utama pendidikan.
Negara berkewajiban mengatur segala aspek yang berkaitan dengan pendidikan. Dari kurikulum hingga hak mendapat pendidikan yang layak bagi setiap warga negara.
Dari sarana dan prasarana sekolah hingga kesejahteraan guru dijamin oleh Negara, Hal-hal pokok seperti ini tak akan pernah kita jumpai di negara yang mengadopsi kapitalis sekuler sebagai ideologinya.
Maka dari itu, untuk memecahkan kebuntuan dan kebekuan problem pendidikan, negeri ini semestinya mengambil Islam sebagai solusi fundamental.
Penerapan sistem pendidikan berbasis Islam hanya bisa terwujud dalam negara Khilafah Islam. Bukan negara kapitalis sekuler. Hanya Khilafah yang mampu menjawab tantangan pendidikan di masa depan. Wallahu a’lam bish-shawab. (*)
* ( Opini ini diterbitkan atas kerjasama Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dengan Tekape.co. Isi dan ilustrasi di luar tanggungjawab redaksi.
Tinggalkan Balasan