Tekape.co

Jendela Informasi Kita

MK Kritik KPU dan Bawaslu Palopo: Hanya “Scroll” Dokumen, Tak Teliti Syarat Pidana Calon

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra, mempertanyakan proses verifikasi dokumen yang dilakukan oleh Bawaslu Palopo, pada sidang lanjutan sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Palopo, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (4/7/2025). (ist)

JAKARTA, TEKAPE.co – Mahkamah Konstitusi (MK) menyoroti kelalaian Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Palopo dalam memeriksa dokumen persyaratan calon kepala daerah.

Dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Palopo yang digelar Jumat, (4/7/2025), hakim MK Saldi Isra mengkritik keras sikap tidak teliti penyelenggara pemilu terhadap berkas pendaftaran yang diunggah melalui Sistem Informasi Pencalonan (Silon).

Perkara ini mencuat setelah pasangan calon wali kota nomor urut 3, Rahmat Masri Bandaso dan Andi Tenri Karta (RahmAT), kembali menggugat hasil PSU ke MK. Pasangan ini menggugat kemenangan paslon nomor urut 4, Naili-Akhmad Syarifuddin, yang unggul dalam pemungutan suara ulang.

BACA JUGA: Hakim MK Saldi Isra Tegur Kuasa Hukum Ome karena Berbisik

Salah satu pokok gugatan RahmAT menyangkut keabsahan syarat pencalonan Akhmad Syarifuddin yang disebut pernah memiliki catatan pidana pada tahun 2018.

Namun, saat mendaftar ke KPU untuk Pilkada Serentak 2024, Akhmad menyerahkan surat keterangan dari Pengadilan Negeri Palopo yang menyatakan dirinya tidak pernah dipidana.

Ironisnya, dokumen tersebut luput dari pemeriksaan mendalam KPU dan Bawaslu. Kekeliruan ini baru terungkap setelah seorang warga Palopo melaporkannya ke Bawaslu pasca PSU.

Setelah dilakukan penelusuran, ditemukan bahwa surat keterangan tersebut bertentangan dengan keterangan pada SKCK, yang secara jelas menyebutkan bahwa Akhmad Syarifuddin pernah menjadi terpidana.

Dalam sidang MK, Saldi Isra mempertanyakan proses verifikasi dokumen yang dilakukan oleh Bawaslu Palopo. Kepada anggota Bawaslu, Widianto Hendra, Saldi melontarkan pertanyaan tajam.

“Dokumen-dokumen syarat calon yang diunggah itu, dibaca secara menyeluruh atau hanya dilihat sekilas?” tanya Saldi.

Menjawab pertanyaan tersebut, Widianto menjelaskan bahwa timnya hanya memastikan dokumen berasal dari instansi resmi dan milik calon yang bersangkutan, dengan memverifikasi melalui Silon.

“Model pengawasan kami by Silon, dokumen kami lihat dari laptop dan di-scroll. Tidak semua terbaca secara detail,” ujarnya.

Pernyataan itu menuai kekecewaan dari Saldi Isra yang menilai pengawasan semacam itu tidak sebanding dengan bobot tanggung jawab pemilu.

“Di Mahkamah Konstitusi, ribuan perkara kami baca satu per satu dengan saksama. Masa kerjaan saudara yang ditugaskan penuh waktu hanya sekadar scroll dokumen? Ini menyangkut syarat pencalonan,” tukas Saldi.

Kekecewaan hakim MK juga ditujukan pada sikap KPU yang menerima surat keterangan “tidak pernah dipidana” dari Akhmad tanpa memverifikasi informasi yang jelas tertera dalam SKCK.

Meski Bawaslu telah mengeluarkan rekomendasi koreksi saat proses PSU, MK menilai langkah itu terlambat karena kekeliruan sudah terjadi sejak tahapan awal pendaftaran.

Hingga kini, MK masih menimbang putusan akhir dari sengketa hasil PSU Pilkada Palopo. Namun, sidang tersebut menjadi cerminan buruknya pengawasan dan minimnya ketelitian dalam proses seleksi administrasi calon kepala daerah oleh penyelenggara pemilu daerah.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini