Jadi Obat Tradisional Sejak Berabad-abad Lalu, Thailand Bakal Legalkan Ganja
TANAMAN ganja akan dilegalkan untuk medis di Thailand. Jika itu terjadi, maka Thailand tercatat menjadi negara pertama di benua Asia yang melegalkan ganja untuk medis.
Dilaporkan VOA Indonesia, awal tahun 2019, parlemen Thailand akan mengesahkan aturan yang melegalisasi ganja.
Namun hingga saat ini, Kantor Berita Reuters melaporkan, masih terjadi perdebatan memanas antara pihak lokal dan asing, terkait siapa yang akan mengontrol pasar tanaman dan olahannya yang diklaim besar itu.
Aktivis Highlands Network, sebuah kelompok yang mengadvokasi legalisasi ganja di Thailand, Chokwan Kitty Chopaka, mengungkapkan, belakangan ini, sejumlah perusahaan asing telah mengajukan izin paten beberapa zat dari ganja.
Kondisi ini membuat pebisnis dan aktivis ganja Thailand khawatir bahwa paten akan membuat asing mendominasi pasar ganja Thailand, membuat orang lokal kesulitan mengakses ganja di negaranya sendiri.
“Mengerikan jika paten dikeluarkan. Berbagai inovasi terkait ganja akan terkendala,” cetus Chokwan Kitty Chopaka.
Disebutkan, di antara perusahaan asing yang berupaya masuk ke pasar Thailand adalah perusahaan farmasi raksasa asal Inggris, GW Pharmaceuticals, dan Otsuka Pharmaceutical dari Jepang. Keduanya telah mengajukan paten terkait ganja.
Diketahui, orang Thailand telah menggunakan ganja sebagai obat-obatan tradisional selama berabad-abad, sebelum kemudian dilarang pada 1934.
Petani disebut menggunakannya untuk melemaskan otot setelah seharian mencangkul di sawah. Ganja juga digunakan untuk mengurangi rasa sakit saat ibu melahirkan.
Bahkan, kata ‘bong’ (alat untuk menghisap ganja) adalah kata dari bahasa Thailand, yang berarti pipa air.
Sejumlah pengamat menyebut, Thailand cocok menjadi pusat legalisasi ganja, karena iklim tropis membuat ganja lebih gampang dan mudah diproduksi dibandingkan dengan di negara-negara belahan bumi selatan atau utara, misalnya Amerika Serikat.
Lembaga audit keuangan internasional, Deloitte, bahkan menyebut pasar ganja untuk medis internasional akan bernilai US$50 miliar atau Rp725 triliun pada 2025.
Sementara itu, dilaporkan VOA, langkah Thailand untuk melegalkan ganja untuk keperluan medis dan penelitian, mengikuti sejumlah negara lainnya di dunia, seperti Kolombia, Israel, Venmark, Inggris, dan sejumlah negara bagian di Amerika.
Uruguay dan Kanada bahkan telah melangkah lebih jauh, melegalkan ganja untuk rekreasi, untuk kesenangan.
Negara tetangga Thailand, misalnya Malaysia dan Singapura, dalam tahap awal pembahasan terkait legalisasi ganja.
Namun, jika dilihat secara menyeluruh, ganja adalah isu yang tabu dan ilegal di mayoritas negara di Asia Tenggara.
Di Indonesia saja misalnya, menyelundupkan ganja bisa berujung hukuman mati. Sementara, di Filipina, ribuan orang telah dibunuh sejak 2016, ketika Presiden Rodrigo Duterte menggencarkan program melawan narkoba. (net)
Tinggalkan Balasan