Dinilai tak Pro Rakyat, IMM Makassar Tolak RUU Cilaka
MAKASSAR, TEKAPE.co – Di tengah wabah pandemi virus covid-19, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Kota Makassar menyuarakan pernolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka).
Ketua Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik PC IMM Kota Makassar, Muh Khalifah P Hw, dalam rilisnya, mengatakan, saat ini Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah seakan-akan acuh atau mengabaikan suara mahasiswa, buruh, dan aktivis masyarakat sipil yang menolak rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurutnya, pengabaian atas suara-suara kritis ini tak hanya akan menguatkan pandangan bahwa pemerintah dan DPR sengaja menutup akses aspirasi masyarakat, tapi juga berpotensi menjerumuskan Indonesia ke dalam krisis berkepanjangan.
Janji Presiden Joko Widodo dan jajaran menterinya untuk memberi kesempatan kepada publik memberikan masukan atas rancangan peraturan ini harus ditepati.
“Sayangnya, saat ini, ada indikasi pemerintah cenderung menolak mendengarkan suara kritis terhadap rancangan omnibus law,” tandasnya.
Bahkan, kata dia, ada indikasi upaya pembungkaman atas mereka yang berusaha menyuarakan penolakan RUU Cipta Kerja.
Upaya pembungkaman terhadap mahasiswa, buruh, dan aktivis yang menolak omnibus law ini jelas bertentangan dengan konstitusi.
Sebab Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 memberi ruang untuk kebebasan berpendapat dan berekspresi.
“Mereka yang berusaha menghalangi warga negara menyampaikan aspirasinya justru yang harus ditangkap,” ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, berbicara tentang proses perumusan RUU Cipta Kerja ini sudah keliru sejak awal. Materi pembahasan naskah peraturan ini dirahasiakan dari publik, sesuatu yang jelas menyalahi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 96 ayat : (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Masyarakat luas berhak tahu dan diberikan akses oleh pemerintah berkaitan hal-hal penting yang terjadi.
“Harus transparan dan disosialisasikan sedini mungkin ke masyarakat menyangkut dengan dasar-dasar filosofis maupun sosiologis bagaimana UU itu disusun untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait (Pasal 28F UUD 1945 dan Azas Keterbukaan, Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011),” ujar Khalifah.
Tidak hanya itu, persoalan isinya, RUU Cipta Kerja akan mengubah 1.244 pasal di lebih dari 79 undang-undang.
Tidak hanya peraturan persoalan gaji, hubungan kerja, dan hak buruh, omnibus law ini juga akan menghilangkan sejumlah aturan mengenai perlindungan lingkungan dan izin berusaha.
Tanpa kajian yang memadai, mengubah sekian banyak peraturan justru akan menimbulkan bencana baru dari sisi kepastian berusaha dan investasi.
“Sehingga melihat dari beberapa aspek diatas pemerintah sebaiknya berkompromi dan mendengarkan masukan dari masyarakat banyak,” katanya.
Pihaknya mendesak, agar Presiden Jokowi segera menarik Surat presiden dan RUU Cipta Kerja yang sudah dikirim ke DPR. Juga meminta DPR untuk menolak membahas keseluruhan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. (rilis)
Tinggalkan Balasan