Dari Kejaran ke Kematian: Kisah Tragis Pelajar Qalfi dan Keadilan yang Tertunda
PALOPO, TEKAPE.co – Sabtu siang itu, 18 Oktober 2025, suasana di D’Twins Cafe and Garden, Palopo, tampak teduh.
Di antara percakapan, seorang pria memakai topi duduk serius di meja.
Dia, Lukman S. Wahid, kuasa hukum keluarga Muh Qalfi Pradipta Hasyim.
Dengan nada tenang tapi tegas, Lukman berbicara tentang satu hal yang belum juga tuntas sejak dua tahun lalu, kepastian hukum atas kematian Qalfi.
“Keluarga korban hanya ingin kepastian hukum,” katanya, menatap jauh seolah masih bisa melihat bayangan klien mudanya yang telah tiada.
Jejak Malam yang Berujung Maut
Desember 2023. Malam di Jalan DR Ratulangi, Kota Palopo, berubah menjadi saksi bisu tragedi.
Qalfi, seorang pelajar SMA, yang dikenal supel dan aktif di lingkungannya, dikabarkan tengah dikejar enam orang tak dikenal.
Para pengejarnya, menurut saksi, membawa senjata tajam.
Dalam kepanikan, Qalfi memacu motornya kencang, terlalu kencang.
“Dia ketakutan,” ujar seorang kerabat. “Waktu itu dia dikejar, terus jatuh. Itu kecelakaan yang bukan kecelakaan biasa.”
Qalfi meninggal tak lama setelah kejadian.
Bagi keluarganya, tragedi itu bukan sekadar kecelakaan lalu lintas, melainkan rangkaian teror yang berakhir dengan kematian.
Hukum yang Tersendat
Setelah insiden itu, polisi bergerak. Enam orang diduga terlibat dalam pengejaran malam nahas tersebut.
Dua orang telah menjalani sidang dan putusannya telah inkrah, sementara satu orang lainnya kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Palopo.
Adapun satu pelaku lain berstatus terdakwa dan tengah menjalani proses persidangan.
Namun, dua lainnya justru masih berstatus tersangka, dengan berkas perkara yang dikembalikan kejaksaan.
Lukman tak bisa menyembunyikan nada frustrasinya.
“Masa satu terduga pelaku sudah disidang, sementara dua lainnya masih belum jelas. Padahal mereka bertiga berboncengan saat mengejar korban,” ujarnya.
Keluarga pun mulai kehilangan kepercayaan pada proses hukum.
Mereka bertanya-tanya, apa yang membuat dua berkas itu tak kunjung lengkap?
Mengapa hukum berjalan timpang, seolah menimbang keadilan dengan dua timbangan?(*)
Tinggalkan Balasan