APBD 2026 Belum Sah, Ekonom Nilai Pemerintah Palopo Gagal Atur Manajemen Anggaran
PALOPO, TEKAPE.co – Pengamat Ekonomi, Afrianto Nurdin, menyoroti keras keterlambatan Pemerintah Kota Palopo dalam menyerahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD 2026 kepada DPRD.
Ia menilai kondisi ini mengancam prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan daerah.
Menurut Afrianto, penyusunan dan pembahasan APBD membutuhkan waktu yang memadai agar setiap pos anggaran benar-benar responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
BACA JUGA: TP PKK Luwu Timur Tunjukkan Kinerja Positif pada Evaluasi Semesteran TP PKK Sulsel
Namun ketika eksekutif menyerahkan Ranperda di menit-menit terakhir, DPRD dipaksa masuk dalam situasi tidak ideal.
“DPRD harus memilih antara mengesahkan anggaran tanpa kajian mendalam yang berisiko pada inefisiensi dan penyalahgunaan atau menolak dan menunda pengesahan yang dapat menyebabkan vakum fiskal,” ujarnya.
Ia menyebut tindakan tersebut sebagai “otokrasi terselubung” karena secara tidak langsung menekan lembaga legislatif dan meniadakan prinsip checks and balances.
BACA JUGA: Plh Sekda Palopo Tekankan Profesionalisme ASN dan Guru
Afrianto menjelaskan bahwa dokumen APBD tidak bisa disusun secara instan karena melibatkan sejumlah tahapan penting, seperti: penyusunan KUA-PPAS, penajaman program hasil Musrenbang, validasi data pendapatan dan belanja, sinkronisasi dengan RKPD.
Jika tahapan ini tidak diselesaikan tepat waktu, kata Afrianto, hal tersebut menunjukkan kegagalan manajemen birokrasi di lingkungan Pemerintah Kota Palopo.
“Keterlambatan Ranperda APBD bukan masalah teknis sederhana. Ini bukti ketidakpedulian terhadap akuntabilitas, transparansi, dan kepastian hukum. Pemkot tidak hanya melanggar kewajiban hukum, tetapi juga mengkhianati amanat rakyat,” tegasnya.
Afrianto juga menyoroti peran DPRD yang dinilai kurang aktif dalam pengawasan tahap awal perencanaan anggaran.
Menurutnya, DPRD seharusnya melakukan tekanan politik sejak Juli–Agustus untuk memastikan KUA-PPAS dan dokumen APBD lainnya disiapkan tepat waktu.
“Kalau tidak ada rapat kerja komisi, hearing, atau surat resmi sejak awal, maka DPRD juga gagal menjalankan fungsi pengawasan preventif,” katanya.
Ia menegaskan, apabila hingga menjelang batas waktu 30 November Ranperda belum diserahkan, DPRD wajib mengaktifkan mekanisme darurat dengan memanggil Wali Kota dan OPD terkait secara terbuka.
Afrianto menambahkan bahwa keterlambatan ini juga perlu dilihat dari dinamika hubungan antara eksekutif dan legislatif.
Jika terjadi disharmoni, maka perlu dikaji apakah DPRD telah mengedepankan pendekatan kolaboratif atau justru mengajukan tuntutan anggaran yang dianggap tidak rasional.
“Publik berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Transparansi sangat penting agar konflik politik tidak mengorbankan kepentingan rakyat,” ujarnya.
Dirinya juga menegaskan keterlambatan penyerahan Ranperda APBD tidak boleh dianggap sebagai rutinitas tahunan. Dampaknya langsung pada pelayanan publik, belanja daerah, dan stabilitas fiskal Kota Palopo. (*)



Tinggalkan Balasan