Amerika Sebut Status Indonesia Masuk Negara Maju, Alumni STIA LAN Makassar Nilai Belum Layak
MAKASSAR, TEKAPE.co – Beberapa waktu lalu Kantor perwakilan dagang Amerika Serikat di Badan Perdagangan Dunia (WTO) menyebut Indonesia sudah berstatus negara maju dan bukan lagi sebagai negara berkembang.
Alih-alih mendapat dukungan, kabar tersebut malah menuai cibiran dan dianggap tak berbasis realitas di lapangan.
Menanggapi status baru Indonesia di mata negara AS tersebut, Alumni Magister Administrasi Pembangunan Daerah Politeknik STIA LAN Makassar, Renny Puteri Harapan Rani, justru menyebut bahwa gelar sebagai negara maju untuk Indonesia baru sebatas angan-angan belaka.
Renny menanggapi hal tersebut, menyusul kabar bahwa sejumlah petinggi di negara ini salah satunya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengklaim akan membahas status baru itu dengan pemerintah AS.
Menurutnya, menjadi sebuah negara maju tak cukup dengan penyematan verbal semata, meski diucapkan oleh negara adidaya sekalipun akan tetapi wajib memenuhi kriteria dan terdapat ciri negara maju yang sesungguhnya.
“Gelar negara maju jelas akan terdengar aneh di telinga masyarakat kita, kenapa? Karena gak usah deh bicara soal kemajuan teknologi 4.0 dan sebagainya, kita bahas soal pemerataan ekonomi dan pendidikan saja sudah pasti runtuh dengan sendirinya penyebutan negara maju tersebut,” ungkapnya, Selasa 10 Maret 2020.
Penulis buku, “Citizen’s charter sebagai inovasi pelayanan publik” ini kemudian mengungkap, setidaknya ada empat ciri yang terpampang nyata sebagai fakta miris di Indonesia yang membuat gelar negara maju belum layak disematkan pada saat ini.
Yakni, jumlah pengangguran yang terbilang tinggi, tingkat pendidikan yang relatif masih rendah, kesenjangan sosial yang sangat besar dan ketergantungan masyarakat kita terhadap sektor primer.
Renny kemudian menyarankan, agar pemerintah tak perlu membuang waktu dan energi untuk membahas pemberian gelar itu.
“Saya rasa gak perlu itu, daripada pemerintah membuang waktu dan energi membahas hal yang tidak substantif, lebih baik membahas terkait persoalan bangsa yang jauh lebih urgent,” pungkasnya. (*)
Tinggalkan Balasan