Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Wakil Ketua DPRD Luwu Minta Penguatan Data Penyebab Air Sungai Suso Keruh, Siap Tagih Pertanggungjawaban

Kondisi Air Sungai Suso. (ist)

LUWU, TEKAPE.co – Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Luwu, Andi Mammang, menanggapi keruhnya air Sungai Suso yang berlangsung lebih dari dua bulan. Ia meminta agar memperkuat data untuk memastikan penyebab utama perubahan kualitas air tersebut.

“Terkait air yang keru, yang menjadi isu masyarakat, saran saya bagusnya kita perkuat data untuk mengetahui jelasnya kenapa air belakangan ini menjadi keruh, biarpun tidak hujan di hulu. Sehingga kita dapat meminta tanggung jawab bagi yang membuat air sehingga keruh,” ujar legislator Partai Gerindra dari Dapil 4 Luwu itu, saat dikonfirmasi, Jumat, 5 Desember 2025.

Perubahan warna Sungai Suso sebelumnya diduga berkaitan dengan pembangunan spillway di wilayah Tuara, yang merupakan bagian dari aktivitas PT Masmindo Dwi Area. Upaya redaksi meminta konfirmasi kepada perusahaan belum memperoleh respons hingga berita ini terbit.

AMASS Nilai Ada Dugaan Kerusakan Lingkungan

Aliansi Masyarakat Aliran Sungai Suso (AMASS) menilai keruhnya air sebagai tanda kerusakan lingkungan. Mereka mengecam aktivitas yang diduga memicu perubahan kualitas sungai.

“Sudah dua bulan lebih air Sungai Suso warnanya menjadi kemerahan. Dulu air ini sangat jernih, tapi setelah ada aktivitas pertambangan air Sungai Suso tidak lagi menjadi jernih. Air yang menjadi pasokan untuk PDAM kini sudah tidak layak lagi untuk digunakan,” kata Yudhi, perwakilan AMASS, Selasa, 2 Desember 2025.

AMASS juga mendesak penanganan segera. “AMASS mengecam tindakan yang merusak dan mencemari lingkungan, dan akan berjanji untuk melakukan advokasi terkait air Sungai Suso yang menjadi keruh,” katanya.

PDAM Kewalahan Mengolah Air

Kondisi itu berdampak langsung pada pelayanan PDAM Tirta Latimojong. Air distribusi ke rumah warga turut berubah warna. Direktur PDAM Luwu, Mardi Saleh, meninjau kondisi di intake PDAM di aliran Sungai Suso.

“Kondisi air sampai sekarang sudah tidak pernah lagi jernih. Ini yang membuat kami sangat kewalahan mengolah air jadi bersih karena sudah lumpur yang datang, sehingga pompa yang selama ini kita gunakan gagal isap karena di strainer pompa sudah tertutup lumpur. Biaya bahan kimia yang digunakan sekarang bertambah, karena biasanya 5 ton kita bisa pakai 3 bulan, sekarang 1 bulan lebih,” ujar Mardi.

Ia mengatakan situasi makin sulit ketika kandungan lumpur mencapai ambang batas pengolahan. “Kalau kondisi air lumpur sudah tidak mampu mengolah menjernihkan karena ada batas ambang, sehingga tidak ada produksi. Pompa dimatikan tadi sore. Saya rencana mau bendung, tiba-tiba datang banjir, alat excavator tidak bisa kerja, sebenarnya kondisi banjir,” ungkapnya.

Petani Ikut Terdampak

Selain menghambat produksi air bersih, lumpur juga menyerbu lahan petani. “Dampak air keruh bukan hanya terdampak ke PDAM tapi petani juga. Mereka mengeluhkan kondisi karena air yang digunakan petani lumpur yang masuk ke sawah, kalau kering mengeras katanya,” ujar Mardi, menyampaikan keluhan petani.

Rencana Pemindahan Intake

Untuk meredam kondisi darurat, PDAM berharap lokasi intake dapat segera dipindahkan. “Kami berharap intake segera dipindahkan ke sungai (Salu) Kanna, yang berbeda aliran dengan Sungai Suso ini. Di wilayah Salu Kanna kita bisa ambil air 200 sampai 250 liter per detik,” kata Mardi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini