Kasus Laporan Pemerkosaan 3 Anak di Lutim Trending #1 di Twitter, Mabes Polri: Bisa Dibuka Kalau Ada Bukti Baru
JAKARTA, TEKAPE.co — Laporan kasus dugaan pemerkosaan 3 orang anak oleh ayah kandungnya, di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulsel, ramai dibicarakan warganet Indonesia.
Hingga Jumat 8 Oktober 2021, pagi, tagar #PercumaLaporPolisi, berada di urutan pertama trending topic Twitter, dengan lebih dari 30 ribu cuitan terkait tagar itu.
Kasus itu dilaporkan akhir 2019 lalu, dan dihentikan penyelidikan oleh Polres Lutim setelah berkisar 2 bulan kemudian. Pelaku disebutkan oknum aparatur sipil negara (ASN) di Lutim.
Kasus percabulan terhadap tiga anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh ayah kandungnya viral di media sosial, setelah LBH Makassar meminta agar Mabes Polri membuka kembali kasus tersebut.
Pendampingan LBH Makassar terhadap korban direportase oleh Project Multatuli, yang laporannya dimuat Rabu (6/10), di website-nya.
Menanggapi hal itu, Mabes Polri, Kamis (8/10), memberikan jawaban atas viralnya permintaan untuk membuka kembali kasus dugaan perkosaan terhadap tiga kakak beradik di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang penyelidikannya dihentikan oleh kepolisian setempat setahun lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono, dalam konferensi pers, di Mabes Polri, Jakarta, menegaskan, kasus tersebut memang sudah dihentikan.
Namun, kasus itu bisa kembali dibuka, jika ditemukan bukti baru.
“Penghentian penyidikan, itu belum semua final. Jika proses berjalannya ditemukan bukti-bukti baru, maka penyidikannya bisa dibuka kembali,” kata Rusdi.
Rusdi menjelaskan, laporan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh penyidik Polri Luwu Timur.
Namun, kata Rusdi, setelah dilakukan gelar perkara, diperoleh kesimpulan tidak cukup bukti terkait dengan tindak pidana pencabulan tersebut.
“Oleh karena tidak cukup bukti, maka dikeluarkanlah surat penghentian penyidikan (SP3) kasus tersebut,” terang Rusdi.
Salah satu alasan kepolisian menghentikan penyelidikan, karena hasil visum dokter tidak ada tanda-tanda kekerasan.
Polisi mengaku dua kali visum, satu kali di Puskesmas Malili, dan di RS Bhayangkara Makassar.
Namun, di laporan investasi Project Multatuli dan LBH Makassar, banyak bukti kekerasan dan foto dokumentasi bukti kekerasan seksual terhadap anak itu.
LBH Makassar menilai, proses SP3 polisi cacat prosedur. Polisi juga dinilai mengabaikan bukti-bukti yang diserahkan ibu korban.
Ibu dari para korban, yang juga mantan istri pelaku, juga dianggap gangguan kejiwaan.
Kasus ini viral kembali sejak Kamis kemarin, 7 Oktober 2021.
Sehari setelah mempublikasikan reportasenya, Project Multatuli, dalam akun twitternya, @projectm_org, mengaku mendapatkan serangan siber dan peretasan akun media sosial mereka.
Mendapat serangan DDos, situs Project Multatuli sulit diakses, sementara konten di Instagram terkait konten kasus dugaan pemerkosaan di Luwu Timur hilang karena adanya report.
Sejumlah media ternama kemudian mempublikasi ulang reportase Project Multatuli lewat platform masing-masing dan membuat isu ini menjadi viral di Twitter.
Terkait hal ini, akun resmi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), di Twitter (centang biru) @kontraS, juga ikut berkicau.
KontraS menyebut, tidak hanya sekali dua kali Kepolisian tidak menindaklanjuti pelaporan. Keadilan & pengungkapan kebenaran yang diharapkan sering kali terbenam begitu saja. (*)
Tinggalkan Balasan