Gaungkan Jurnalisme Kenabian, Optimistis Media tak Akan Tergerus Zaman
KRISIS SDM dan arus deras perkembangan media sosial, membuat media massa banyak dikhawatirkan akan tergerus media sosial. Namun tak sedikit juga optimistis akan potensi pasar yang semakin terbuka.
Wajah optimistis tampak tergambar di raut muka wartawan senior Indonesia, Lahyanto Nadie, saat ditemui di sela-sela Uji Kompetensi Wartawan (UKW), Selasa 26 Juli 2022, di Swissbel Hotel, Kota Makassar, Sulsel.
Optimisme itu tampak saat disinggung soal tantangan media massa di tengah gempuran deras arus media sosial.
Lahyanto, yang bekerja di perusahaan media sejak 1983, itu punya pandangan berbeda dalam melihat tantangan media massa.
Pria kelahiran Jakarta 22 September 1964, ini melihat pangsa pasar media massa di tengah perkembangan teknologi komunikasi semakin terbuka lebar.
“Potensi sangat besar, dengan catatan punya nice market. Pangsa pasarnya jelas. Spesialisasi kontennya jelas,” tandas mantan wartawan dan direktur Bisnis Indonesia ini.
Mantan CEO Harian Jogja ini menjelaskan berapa besar pangsa pasar yang tersedia, jika ceruk pasar atau nice market jelas.
“Makanya, saya mengarahkan untuk membuat media yang spesifik. Misalnya, otomotif. Berapa besar target pasar di media otomotif ini bisa kita garap,” ujar mantan founder dan CEO Bisnis.com ini.
Lahyanto, yang kini fokus di bisnis penerbit buku-buku korporasi sejak 2016 ini, membeberkan sudah ada beberapa mahasiswa binaannya yang berhasil membangun media dengan memilih media yang konsen di nice market yang spesifik.
Ia mencontohkan beberapa media yang spesifik. Seperti Infobank dan Katadata.
“Infobank ini adalah media yang khusus membahas bank. Tapi pembahasannya mendalam. Katadata juga menjual konten yang spesifik, yakni jualan data-data saja. Tapi konten-konten mereka menarik. Content is the king,” terang Lahyanto, mantan wartawan koran Tempo ini.
Selain itu, Lahyanto juga menggaungkan jurnalisme kenabian atau profetic journalism. Menurutnya, profesi jurnalis ini sangat mulia.
“Ada empat nilai yang terkandung dalam jurnalisme kenabian ini. Fathonah, shiddiq, tablig, dan amanah,” ujar pengajar dari Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) ini.
Mantan penyiar di Radio Trijaya FM Jakarta ini menyebutkan, nilai-nilai jurnalisme kenabian ini sejalan dengan etika dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Nyaris Mati Dibom dan Ditantang Adu Tinju Presiden Argentina
Perjalanan panjang Lahyanto Nadie di dunia kewartawanan menyisakan banyak kenangan. Kiprahnya bukan hanya di dalam negeri, namun telah banyak melanglang buana hingga Amerika.
Sejak 1983, Lahyanto mulai bekerja di perusahaan media, koran Pos Kota, di Jakarta. Pada 1985, ia pindah ke Koran Tempo. Ia memulai bekerja sebagai ‘tukang ketik,’ merangkap sebagai wartawan.
Pada tahun yang sama, Lahyanto pindah ke Harian Bisnis Indonesia. Pada 1993 hingga 2022, Lahyanto menjadi penyiar di Radio Trijaya FM, sambil menjadi produser di ANTV.
Pada 2002 hingga 2005, Lahyanto kembali ke Harian Bisnis Indonesia, dengan posisi direktur. Setelah keluar dari Bisnis Indonesia, pada 2005 ia mendirikan Bisnis.com dan menjadi CEO hingga 2013.
Pada 2013, ia mendirikan Harian Jogja dan menjadi CEO hingga 2016. Semenjak keluar dari Harian Jogja, Lahyanto memilih mendirikan bisnis dan fokus mengurusnya.
Bisnisnya ada dua jenis, penerbit buku-buku korporasi dan bisnis training bidang capital plan dan financial plan.
Dari perjalanan panjangnya sebagai wartawan, banyak yang berkesan bagi Lahyanto. Diantaranya saat ditugaskan Harian Bisnis Indonesia meliput di konflik antar ras di New Work dan Washington, Amerka Serikat, pada awal 1990-an.
“Saat itu, ras kulit hitam, selain memburu kulit putih, orang Asia juga menjadi incaran. Pernah suatu ketika, saya makan di restoran Jepang. Hanya selang beberapa menit setelah restoran itu saya tinggalkan, terjadi ledakan bom. Andaikan saya tidak segera pergi, mungkin saya sudah mati,” kenangnya.
Selain itu, yang paling berkesan bagi Lahyanto, saat berkesempatan wawancara tatap muka dengan Presiden Argentina.
“Saya ditantang adu tinju di atas ring. Andaikan saya pernah latihan tinju, saya pasti terima tantangan itu. Itulah pentingnya wartawan mampu di banyak bidang,” ujar Lahyanto. (del)
Tinggalkan Balasan