Tak Kunjung Beroperasi, 2 Perusahaan Tambang Emas di Lutra Diminta Dicabut Izinnya
PALOPO, TEKAPE.co – Dua perusahaan tambang emas di Kabupaten Luwu Utara (Lutra), Sulsel, telah lama mengantongi izin, namun hingga kini belum juga ada aktivitas di wilayah konsesinya.
Dua perusahaan tambang itu adalah PT Kalla Arebamma yang izinnya terbit tahun 2009, dan PT Citra Palu Mineral, yang izinnya terbit tahun 1997, belum terbentuk Kabupaten Luwu Utara (Lutra), masih wilayah Kabupaten Luwu. Status izin keduanya adalah usaha pertambangan operasi produksi.
Hal itu terungkap dalam Webinar bertema ‘Peta Jalan Pertambangan di Tana Luwu’ Sabtu 31 Juli 2021, yang digagas Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu.
Penanggap dalam Webinar itu, Bachrianto Bachtiar, yang juga akademisi Unhas, menyarankan agar pihak berwenang untuk mencabut saja izin kedua perusahaan itu. Sebab sejak izinnya terbit, belum ada aktivitas.
Bachrianto menduga, kedua perusahaan ini belum siap modal, hanya mencari investor dengan modal izin itu.
“Kami mendorong agar cabut saja iziinya. Sebab sepertinya, mereka ini masih mencari investor. Dengan modal izin dan sertifikat, mereka menawarkan ke investor,” tandasnya.
Bachrianto Bachtiar mengatakan, dua perusahaan tambang emas di Lutra, yang telah mendapat izin, namun tidak beraktivitas, menghambat masyarakat mengolah lahan mereka. Sehingga menurutnya, lebih izinnya dicabut saja. Secara defacto mereka tidak ada, hanya ada secara dejure.
Sementara itu, Ketua BPH Aman Tana Luwu, Bata Manurun, memaparkan, wilayah-wilayah konsesi tambang yang ada di Tana Luwu, adalah sebagian besar adalah wilayah yang didiami oleh Masyarakat Adat.
“Di Kabupaten Luwu ada Tambang emas yang dikelolah PT Masmindo Dwi Area dan Tambang Timah Hitam di Walenrang Barat yang dikelelolah PT Bintang Utama Abadi. Begitu juga di Seko dan Rampi. Wilayah-wilayah yang dikelolah adalah wilayah yang dimiliki Masyarakat Adat,” jelas Bata Manurun.
Ia menjelaskan, Komunitas Adat di Tana Luwu berdasarkan data Anggota AMAN, berjumlah 145 komunitas adat, yang hidup berdasarkan asal usul leluhur. Mereka tersebar di Kabupaten Luwu 83 Komunitas Adat, Kota Palopo 4 komunitas adat, Kabupaten Luwu Utara 46, dan KabupatenLuwu Timur sebanyak 12 komunitas.
BACA JUGA:
Kesenjangan dan Intimidasi di Lingkar Tambang PT Vale, Catatan Webinar Peta Pertambangan
Bupati Luwu Utara (Lutra), Hj Indah Putri Indriani, menjelaskan, pada 27 Mei 2019, Kementerian KLHK, melaunching peta hutan adat dan wiayah indikatif peta hutan adat. Dari luasan jumlah hutan adat, Lutra terluas di Indonesia, yakni 127 ribuan hektar.
“Hal ini kemudian kami tindaklanjuti dengan Perda nomor 2 tahun 2020 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat (PPMHA),” jelasnya.
Indah menjelaskan, di Lutra, ada 46 Masyarakat Adat, dan kini sudah ada 15 ditetapkan sebagai masyarakat hukum adat (MHA), sehingga mereka dapat mengelola hutan adat yang telah ditetapkan KLHK.
Terkait izin pertambangan, lanjut Indah, ada dua izin tambang emas di Lutra, yakni PT Kalla Arebamma yang izinnya terbit 2009, dan PT Citra Palu Mineral, yang izinnya terbit sejak 1997, belum terbentuk Lutra, masih Luwu.
“Status izin mereka adalah usaha pertambangan operasi produksi. PT Kalla Arebamma, Kementerian ESDM telah mengeluarkan izin sejak 6 Mei 2017, dan berakhir 5 Mei 2037. Sementara PT Citra Palu Mineral, terbit 17 Maret 1997, dan telah berakhir 30 Desember 2020,” terang Indah.
Indah mengatakan, meski statusnya izin usaha pertambangan operasi produksi, namun hingga kini, belum ada kegiatan di lapangan.
“Terkait itu, untuk perlindungan masyarakat adat, kami berupaya sesegera mungkin untuk memberikan pengakuan PPMHA di daerah yang masuk dalam kawasan izin pertambangan,” tegasnya.
Indah juga menjelaskan kondisi di Rampi. Dia mengatakan, selama ini, terjadi tambang tanpa izin. Sempat masuk pengajuan izin tambang rakyat, namun sampai saat ini belum ada persetujuan, mengingat regulasinya tidak boleh ada izin yang sama dalam satu lokasi.
“Masyarakat adat Onondowa Rampi, sempat mengajukan izin tambang rakyat. Namun lokasinya masuk wilayah konsesi PT Kalla Arebamma. Sehingga sampai saat ini belum ada persetujuan, mengingat regulasinya tidak boleh ada izin yang sama dalam satu lokasi,” terang Indah.
Sayangnya, kata Indah, ada pihak yang masuk memanfaatkan adat setempat, untuk melakukan tambang tanpa izin. “Ini temuan kami di lapangan,” ujarnya.
Indah juga menyinggung soal kriteria tambang rakyat. Diantara syaratnya adalah tambang yang boleh diberi izin tambang rakyat adalah cadangan sekunder berada di sungai atau tepi sungai, luas lahan maksimal 100 hektar, dan maksimal aktifitas tambang di wilayah tambang rakyat telah dikelola sekitar 15 tahun.
“Saya rasa, sulit memenuhi waktu yang dipersyaratkan. Sehingga saya rasa, mereka pelu pendampingan,” tandas Indah.
Berikut data AMAN Tana Luwu terkait Komunitas Adat yang berada di wilayah Pertambangan:
Kabupaten Luwu :
- Bastem (Tambang Emas PT Masmindo Dwi Area dan PT Bastem Indonesia)
- Paranta (Tambang Timah Hitam PT Bintang Utama Abadi)
- Kujan (Tambang Timah Hitam PT Bintang Utama Abadi)
- Bure (Tambang Timah Hitam PT Bintang Utama Abadi)
- To Passe (Tambang Timah Hitam PT Bintang Utama Abadi)
Kabupaten Luwu Timur :
- Komunitas Adat Karunsi’E ( Tambang Nikel PT Vale Indonesia)
- Komunitas adat Pado’E (Tambang Nikel PT Vale Indonesia)
- Komunitas Adat Rahampu’U (Tambang Nikel PT Vale Indonesia)
- Komunitas Adat Cerekang (tambang nikel PT Prima Utama Lestari)
- Komunitas Adat To Taipa (tambang nikel PT Citra Lampia Mandiri)
Kabupaten Luwu Utara:
- Komunitas Adat Singkalong Seko, Tedeboe Rampi (tambang emas PT Kalla Arebamma)
- Komunitas Adat Onondowa Rampi (tambang emas PT Citra Palu Mineral)
Luas Wilayah Konsesi :
- PT Bastem Indonesia = 4.166 hektar
- PT Masmindo Dwi Area = 14.396,00 hektar
- PT Vale Indonesia = 118.017 hektar
- PT Bintang Utama Abadi = 377.00 hektar
- PT Prima Utama Lestari = 1.027,40 hektar
- PT Citra Lampia Mandiri = 2.660,00 hektar
- PT Kalla Arebamma = 6.812 hektar
- PT Citra Palu Mineral = 85.180 hektar
*(Sumber: Data AMAN Tana Luwu
Tinggalkan Balasan