oleh

OPINI: Menebar Kebenciaan atau Mengeritik

Oleh: Muh Ari Fahmi Abidin
(Mahasiswa Unismuh Makassar)

SAAT ini Pandemi Covid-19 di tanah air belum juga meredah secara signifikan dikarenakan masih ada kinerja para Menteri biasa-biasa saja dalam menjalankan tugasnya.

Hal itu membuat Presiden RI Jokowi geram dalam sebuah sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6/2020).

Jokowi menyebut, dirinya melihat masih banyak yang menganggap ini normal. Lah kalau saya lihat bapak ibu dan saudara-saudara masih ada yang melihat ini normal, berbahaya sekali.

Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra luar biasa, extra ordinary.

Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya. Kalau ada yang berbeda satu saja, sudah berbahaya.

Ia bahkan tak segan membubarkan sebuah lembaga dan melakukan reshuffle kabinet yang dinilai kurang kompoten dalam menjalankan tugasnya.

Jokowi juga mengatakan asal untuk Rakyat, Negara, dirinya siap mempertaruhkan reputasi politiknya.

Video sidang kabinet paripurna di Istana Negara ini pun beredar luas, dan menjadi sorotan yang memunculkan asumsi yang berbeda-beda di kalangan masyarakat.

Di masa krisis sekarang ini, yang diperlukan kerja extra ordinary seperti apa yang dikatakan Jokowi, namun masih saja ada sebagian masyarakat menganggap bahwa video tersebut hanya sebuah pencitraan, settingan dan drama.

Alih-alih berargumen yang lebih cenderung mengarah kepada menebar sebuah kebencian, dengan alasan membungkus argumennya dengan mengatasnamakan suatu kritikan ataupun oposisi.

Kritikan sebaiknya berorientasi pada sebuah solusi, bukan hanya sekedar mengkritik tanpa memberikan kontribusi apapun, bahkan kritik yang hanya untuk memecah belah persaudaraan.

Menyatakan sebuah pendapat secara lisan dan tulisan yang sudah dilindungi dalam konstitusi, sah-sah saja dilakukan oleh masyarakat yang hidup di negara demokrasi ini, yang berlandaskan keadilan.

Namun tata cara dalam berargumen kita perlu berlandaskan pada dasar yuridis yang tidak bertentangan dengan konstitusi.

Tanah air saat ini membutuhkan sebuah solidaritas gotong-royong dalam menghadapi wabah penyakit ini dan saling menyongsong satu sama lain bukan malah saling ingin menjatuhkan.

Narasi ini bukan bertujuan pro terhadap birokrasi karena kita rasakan saat ini masih banyak kinerja para birokrat yang belum memuaskan, akan tetapi narasi ini bertujuan untuk merefleksi kembali jati diri kita sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi prinsip gotong-royong para leluhur kita.

Bung Karno pernah mengatakan: “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri.”

Itulah yang pernah dikatakan Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.

Apa yang terjadi sekarang ini, kata-kata Soekarno kemungkinan besar memang benar adanya. Mungkin juga beliau sudah melihat tanda-tanda bagaimana kita kini memiliki tabiat yang tidak biasa.

Maka, dalam hal ini kita tidak bisa menyalahkan pemerintah sepenuhnya karena sebagian juga dari masyarakat tidak mengindahkan intruksi dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah, akan tetapi indikator utamanya yaitu mengintropeksi diri masing-masing dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang telah menjadi kesepakatan pendiri bangsa ini, terutama pada Sila ke-3, Persatuan Indonesia. (*)

Komentar