Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Ini Penjelasan Bulog Palopo Soal Pembelian Lebih Rendah Dari Daerah Lain

Beras Bulog. (net)

PALOPO, TEKAPE.co – Perum Bulog Palopo menanggapi rendahnya harga pembelian beras di wilayah Luwu Raya dibanding dengan daerah lain.

Bulog Palopo membeli beras petani di penggilingan seharga Rp8.030 per kilogram. Sementara Bulog daerah lain membeli beras dengan harga Rp8.500 per kilogram.

BACA JUGA:
Pembelian Beras Lebih Rendah Dari Daerah Lain, Ketua Perpadi Luwu Pertanyakan Kebijakan Bulog Palopo

Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Pengadaan Bulog Palopo, Maysius P, Senin 7 Oktober 2019, menjelaskan, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah biaya angkutan yang perlu diperhitungkan hingga ke titik kumpul atau pelabuhan.

Ia menjelaskan, skema penyerapan beras di bulog itu ada 2, yaitu beras CBP dan beras komersial.

Beras CBP yaitu membeli skema Buy To Build Stock (BTBS), dengan harga Rp8.030/kg. Harga tersebut dari harga Rp7.300/kg sesuai Inpres nomor 5 tahun 2015, ditambah fleksibiltas 10% dari harga tersebut oleh menteri pertanian.

Adapun ketentuan beras beras CBP adalah kadar air maksimal 14%, broken/butir patah maksimal 20 %, menir maksimal 2%, dan derajat sosoh minimal 95%.

“Beras medium ini diserap oleh Bulog untuk disimpan di gudang Bulog, yang dipergunakan sebagai cadangan beras pemerintah, yang diperuntukkan untuk keperluan pemerintah, seperti untuk bencana alam, buffer stok, kerawangan pangan yang sewaktu-waktu pemerintah butuhkan,” jelasnya.

Untuk beras komersial, ia menjelaskan, penyerapan yang dilakukan adalah skema Buy To Sell (BTS), yaitu Bulog menggunakan pinjaman bank untuk membeli beras kualitas di luar dari ketentuan Inpres nomor 5 tahun 2015.

“Beras ini harus segera dijual, agar bunga bank tidak bertambah terus, paling lama 7 hari dan harus segera dijual,” jelasnya.

Ia menjelaskan, Perum Bulog Cabang Palopo sudah melakukan pembelian dengan skema ini, walaupun skala kecil untuk memenuhi permintaan wilayah setempat.

Soal adanya perbedaan harga pembelian Bulog di wilayah Sidrap, Wajo dan Parepare sebesar Rp8.400 – Rp8.500/kg, itu merupakan pembelian beras premium secara komersial (BTS) oleh Perum Bulog Cabang Sidrap, Cabang Wajo, dan Cabang Parepare, untuk memenuhi permintaan beras premium dari pasar induk beras Lapadde.

“Adapun penyebab dari Perum Bulog Cabang Palopo tidak melakukan penyerapan beras komersial, seperti Cabang Parepare, Cabang Wajo dan cabang Sidrap, terkendala di biaya angkutan. Biaya angkutan dari wilayah Luwu Raya lebih tinggi dibanding jika dari wilayah Wajo, Sidrap dan Parepare,” jelasnya.

Maysius juga menjelaskan, harga beras medium kualitas sesuai Inpres 5 tahun 2015 di wilayah Luwu Raya, terkhusus kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur sekitar Rp8.300 -Rp8.500 per kg di penggilingan.

“Sedangkan harga beras premium di sekitaran Rp8.600-Rp9.000 per kilogram di penggilingan,” rincinya.

Ia menegaskan, tidak semua cabang Perum Bulog dapat melakukan pembelian sama rata di setiap daerah. Sebab biaya angkutan perlu diperhitungkan ke titik kumpul/pelabuhan.

Untuk cabang Bulog yang jauh, misalnya Cabang Palopo, Bulukumba, dan Mamuju, tidak dapat melakukan melayani permintaan Pasar Induk Beras Lapadde, dikarenakan biaya angkutan ke titik kumpul/pelabuhan cukup tinggi, dibanding wilayah yang dekat seperti Sidrap, Wajo, dan Parepare.

Ia juga menjelaskan, untuk sekarang ini, harga gabah tinggi, sehingga harga beras otomatis ikut tinggi.

Sementara peluang pengusaha penggilingan memasukkan beras dengan harga Rp8.030/kg belum bisa.

“Untuk itu, kami dari Perum Bulog Cabang Palopo membuka metode penyerapan Buy To Back, yaitu pengusaha penggilingan melakukan MoU dengan Bulog,” katanya.

Dalam metode penyerapan ini, jelas dia, pelaku usaha penggilingan dapat melakukan pemasukan beras ke Bulog di luar kualitas dari Inpres nomor 5 tahun 2015.

Beras yang dimasukkan tersebut, akan dibeli kembali kapan saja oleh pengusaha tersebut, dengan harga sesuai kesepakatan, dengan memperhitungkan biaya perawatan, biaya bunga bank, dan sewa gudang. Jadi semacam titip simpan di gudang Bulog.

“Hal ini bisa membantu pengusaha penggilingan dalam melakukan perputaran modal usahanya, tanpa menunggu lama, apabila dijual keluar yang biasanya sampai berbulan-bulan baru dibayar oleh pembeli di luar Bulog,” terangnya. (ham)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini