oleh

OPINI: Layanan Kesehatan tak Gratis 100%, Rakyat Sakit Tambah Sakit

Oleh: Kiki Nurmala Maha Putri, S.Si.
* Komunitas Wonderful Hijrah Palopo

ORANG miskin dilarang sakit. Begitulah singkat pepatah yang menjiwai Indonesia, bumi khatulistiwa. Negeri yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun urusan kesehatan masih menjadi sebuah momok menakutkan.

Singkatnya, beberapa waktu kemarin menemani ibu yang penderita skizofrenia paranoid. Setelah beliau mengidap penyakit tersebut hampir 4 tahun, barulah beranikan diri ke RS, setelah ada informasi cek kesehatan gratis di Lapangan Pancasila Palopo. Salah satu hal yang dipertimbangkan oleh ibu, adalah seabrek biaya yang mahal.

Naasnya, dengan potret kesehatan tersebut, BPJS Kesehatan akan menetapkan skema urun biaya dengan peserta untuk tindakan medis tertentu.

Tindakan medis itu yang berpotensi memiliki penyalahgunaan dikarenakan selera atau perilaku peserta. (Republika.co.id)

BPJS Kesehatan mengklaim telah menyetorkan rekomendasi terkait pelayanan Jaminan Kesehatan yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan ke Kementerian Kesehatan. Usulan itu, bahkan sudah diserahkan sejak Desember 2018 lalu.

Jika disetujui, usulan itu akan menjadi acuan BPJS Kesehatan menarik urun biaya ke peserta. Aturannya sendiri akan dibedakan antara rawat inap dan jalan. Untuk rawat jalan dimulai dari Rp10 ribu – Rp350 ribu.

Secara rinci, peserta kelas rumah sakit kelas A dan kelas B sebesar Rp20 ribu per sekali kunjungan dan rumah sakit kelas C dan D akan dipatok biaya Rp10 ribu.

“Klinik utama serta paling tinggi Rp350 ribu untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu tiga bulan,” imbuh Iqbal, Kepala Humas BPJS Kesehatan.(CNNIndonesia.com)

Kezaliman yang menjadi karakter asli rezim sekuler dipertegas dengan disahkannya PermenKes No 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.

Bila sebelumnya semua biaya perawatan peserta BPJS Kesehatan ditanggung oleh badan ini, dalam aturan baru tersebut sejumlah layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dalam program Jaminan Kesehatan dikenakan urun biaya.

Itu artinya BPJS Kesehatan akan membayar biaya sesuai dengan yang ditetapkan, selebihnya ditanggung peserta.

Inilah konsep pelayanan kesehatan di negeri yang berkiblat pada Barat.Perhatian khusus diberikan kepada Perusahaan Asuransi dan bagaimana tujuan mereka yang ternyata bukan untuk membantu orang yang membutuhkan melainkan untuk meningkatkan keuntungan.

Pada semua sektor, mereka jadikan bisnis untuk terus mengait keuntungan, baik sektor sipil, pendidikan terutama kesehatan yang merupakan sasaran empuk kapitalis.

Inilah hakikat cara pandang Barat bahwa pelayanan kesehatan adalah jasa yang harus dikomersialkan.

Lembaga BPJS hanyalah bentukan kapitalis yang haus akan materi. Bilapun ditelaah secara mendalam, pandangan batil ini jugalah sebagai jiwa prinsip-prinsip pengelolaan pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan.

Tampak pada keharusan tiap orang membayar premi tiap bulan dengan berbagai ketentuan yang tidak mudah. Juga pelayanan berjenjang, yang seringkali mengabaikan kondisi fisik dan psikologis orang sakit.

Seperti yang beberapa kali saya temui, terkadang orang sakit yang mengurusi dirinya sendiri, pergi ke Rumah Sakit dengan tujuan mendapatkan pelayanan yang baik, namun kadang malah memperparah kondisinya dengan menunggu yang begitu lama termasuk mengambil obat yang tidak mendahulukan kondisi mereka yang memprihatinkan.

Hasilnya, beberapa sungguh mengkhawatirkan, beberapa nyawa melayang sia-sia, jutaan nyawa ibu dan bayi yang dilahirkan, penyakit kronis yang butuh perawatan segera, akibat dokter, Rumah sakit dan pihak medis yang bekerja di bawah tekanan bisnis BPJS Kesehatan.

Apapun alasannya, tindakan ini jelas tidak dapat diterima. Sebab, merupakan kewajiban negara menjamin pemenuhan pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik bagi setiap individu publik dan merupakan hak setiap individu masyarakat untuk mendapatkannya. Gratis tanpa pungutan sepeserpun.

Adapun sejumlah orang yang merasakan manfaat BPJS Kesehatan, jelas tidak dapat menegasikan fakta buruk ini. Bahkan itu hanyalah manfaat semu.

Manfaat di atas penderitaan orang lain, yang bersusah payah membayar premi tapi belum tentu butuh dan saat butuh belum tentu mendapatkan pelayanan kesehatan.

Bahkan BPJS Kesehatan sebenarnya tidak pernah bermaksud memberikan manfaat secara tulus. Yang ada hanyalah publik dijadikan objek bisnis.

Inilah fakta pelayanan kesehatan sistem politik demokrasi, cerminan kerusakan dan kegagalan peradaban barat sekuler.

Bagaimana bisa terjadi? Semua bermula dari kelalaian negara, berupa penyerahan wewenang dan tanggungjawan yang begitu penting kepada BPJS Kesehatan. Konsekuensi logis liberalisasi fungsi negara yang dipandang baik bahkan harus dalam sistem politik demokrasi.

Berbeda dengan pelayanan kesehatan Khilafah. Ia adalah pelayanan kesehatan terbaik sepanjang masa, dilingkupi atmosfir kemanusiaan yang begitu sempurna.

Hal ini karena negara hadir sebagai penerap syariat Islam secara kaaffah, termasuk yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan hajat pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik setup individu publik.

Sebab Rasulullah swt telah menegaskan yang artinya,” “Imam(Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).

Artinya, haram negara hanya berfungsi sebagai fasilitator maupun regulator, apapun alasannya.

Kehadiran negara sebagai pelaksana syariah secara kaafah, khususnya dalam pengelolaan kekayaan negara menjadikan negara berkemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsi dan tanggungjwabnya.

Tidak terkecuali tanggungjawab menjamin pemenuhan hajat setiap orang terhadap pelayanan kesehatan. Gratis, berkualitas terbaik serta terpenuhi aspek ketersediaan, kesinambungan dan ketercapaian.

Dalam hal ini negara harus menerapkan konsep anggaran mutlak, berapapun biaya yang dibutuhkan harus dipenuhi.

Karena negara adalah pihak yang berada di garda terdepan dalam pencegahan dan peniadaan penderitaan publik. Demikianlah tuntunan ajaran Islam yang mulia.

Hasilnya, rumah sakit, dokter dan para medis tersedia secara memadai dengan sebaran yang memadai pula. Difasilitasi negara dengan berbagai aspek bagi terwujudnya standar pelayanan medis terbaik.

Baik aspek penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian terkini, ketersediaan obat dan alat kedokteran terbaik hingga gaji dan beban kerja yang manusiawi.

Tidak seorangpun yang datang ke rumah sakit kecuali pulang dengan rasa terhormat dan perasaan bahagia. Sebab, semua diberi pelayanan terbaik hingga yang berpura-pura sakit sekalipun.

Di setiap kota, termasuk kota kecil, terdapat rumah sakit, berikut dengan tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dan lain-lain) berkualitas lagi memadai, berikut peralatan medis dan obat-obatan.

Bahkan disediakan rumah sakit berjalan, dipenuhi berbagai obat dan peralatan medis serta para dokter dan tenaga medis lainnya. Di bawa sejumlah unta mendatangi orang-orang yang beruzur untuk datang ke rumah sakit.

Inilah fakta pelayanan kesehatan Khilafah yang diukir oleh tinta emas sejarah peradaban Islam. Model pelayanan kesehatan terbaik, buah penerapan sistem kehidupan Islam, penerapan Islam secara kaafah dalam bingkai Khilafah.

Sebagai janji yang pasti dari Allah swt yang ditegaskan dalam QS Al-Anbiya ayat 107, artinya, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”

Hari ini, dunia juga Indonesia membutuhkan kehadiran Khilafah sebagai pembebas dari himpitan segala penderitaan, pembimbing pada jalan kemuliaan.

Lebih dari pada itu, Khilafah adalah ajaran Islam, syariat Islam yang diwajibkan Allah swt kepada kita semua.

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila Dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu,..” (QS Al Anfaal: 24). Allahu A’lam. (*)

 

* Opini ini diterbitkan atas kerjasama Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dengan Tekape.co. Isi di luar tanggungjawab redaksi.



RajaBackLink.com

Komentar