oleh

‘Nyanyian Rakyat Bugis’ Bawa Dosen di Sengkang Raih Gelar Doktor

SURABAYA, TEKAPE.co — Dosen STKIP Puangrimaggalatung Sengkang, Sulsel, Muhsyanur, baru-baru ini meraih gelar doktor di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dengan predikat cumlaude.

Gelar doktor itu diraih setelah berhasil mempertahankan disertasinya, yang mengangkat judul Representasi Budaya dalam Nyanyian Rakyat Bugis: Kajian Etnopuitika, dalam ujian terbuka di Gedung K-10 Pascasarjana Unesa, Rabu 30 Mei 2018, lalu.

Ada tujuh pakar yang menguji disertasi pria kelahiran Doping, Wajo, 22 Agustus 1985 lalu itu. Antara lain Prof Dr Ismet Basuki MPd, Dr Budinuryanta Yohanes MPd, Prof Dr Setya Yuwana Sudikan MA, Prof Dr Haris Supratno, Dr Tengsoe Tjahjono MPd, Dr Suharmono Kasiyun MPd dan Prof Dr Imam Suyitno MPd.

Muhsyanur, mengatakan dirinya sengaja mengangkat tema nyanyian rakyat bugis dalam disertasinya, karena tertarik mengetahui sejauh mana karya sastra tradisional itu mempengaruhi perilaku masyarakat pada zamannya.

“Karya tradisional itu telah menjadi sebuah kebudayaan yang harusnya bisa dipertahankan generasi sekarang, untuk menangkal masuknya budaya asing yang negatif,” ujar Muhsyanur, dalam rilisnya, yang diterima Tekape.co, Sabtu 2 Juni 2018.

Dalam disertasi tersebut, menggunakan kajian etnopuitika. Kajian etnopuitika tersebut merupakan penggabungan berbagai bidang ilmu, yaitu ilmu sosial-budaya, linguistik, dan etnografi komunikasi. Ini juga bisa digunakan untuk penelitian sastra lisan lainnya.

Lebih rinci disebutkan bahwa dari penelitiannya itu diketahui, nyanyian rakyat Bugis menjadi cerminan bagaimana prilaku salah satu etnik terbesar di Sulsel pada jaman dahulu.

Nyanyian rakyat Bugis banyak merepresentasikan pelbagai bentuk sistem kehidupan masyarakat Bugis, di antaranya tentang perjuangan, cinta, etika dalam berprilaku, hingga pengobatan penyakit.

Nyanyian rakyat Bugis itu juga merupakan karya sastra lisan yang bisa disebut puisi etnik (ethnic poetic), serta bisa juga menjadi sebuah pementasan.

“Nah, inti dari disertasi ini adalah saya ingin mematahkan teori sebelumnya, Roman Jakobson, yang hanya membatasi pada aspek kepuitikaan. Namun pada dasarnya, etnopuitika mencakup unsur warna lokal (kearifan lokal), linguistik (the art of sounding), dan mencakup unsur pementasan,” jelas Muhsyanur.

Pementasan yang dimaksud, tidak melulu dalam pertunjukan seni di atas panggung. Melainkan dalam komunikasi verbal dengan menggunakan nyanyian rakyat Bugis tersebut.

Muhsyanur meraih gelar doktor setelah menempuh pendidikan di Pascasarjana Unesa Program Studi Bahasa dan Sastra selama kurang lebih empat tahun.

“Pencapaian ini saya persembahkan kepada kedua orang tua, istri,keluarga, terkhusus kabupaten Wajo sebagai tanah kelahirannya. Adapun hasil penelitian tentang Nyanyian Rakyat Bugis ini mudah-mudahan bisa bermanfaat dalam kemajuan pendidikan dan pelestarian budaya,” ujar pria yang karib disapa Ichal ini. (*)

 



RajaBackLink.com

Komentar